
Pos di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini hanya berupa gubuk sederhana beratap seng. Normalnya, pendaki mencapai tempat ini setelah berjalan 1,8 kilometer selama kurang lebih 60 menit dari pos pendakian (basecamp). Treknya kombinasi antara ladang pertanian milik warga, rumput gajah, dan hutan pinus.
Menurut Bayu, salah seorang perintis dan pengelola jalur pendakian, Kerun-Kerun juga berarti gapura. Penduduk setempat meyakini bahwa pada masanya di tempat ini terdapat gapura yang menjadi pintu masuk Prabu Brawijaya V ke Gunung Lawu. Sampai saat ini, dipercaya gapura tersebut masih ada namun tidak dapat dilihat secara kasat mata alias gaib.
“Hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya,” kata Bayu yang juga menjadi pimpinan Sanggar Margo Lawu Hanom Hancala, pengelola jalur pendakian Singolangu.
Pos 1 Kerun-Kerun merupakan sebagian dari banyak jejak masa lampau yang erat kaitannya dengan Prabu Brawijaya V di jalur tersebut. Masih banyak situs-situs lain yang tersebar di pos-pos selanjutnya sampai puncak.
Oleh karena itu, Singolangu juga disebut sebagai jalur pendakian spiritual. Sempat ditutup pada periode 1980-an karena peristiwa tragis yang menimpa belasan pendaki, akhirnya dibuka kembali pertengahan 2019 lalu. (*)
Tinggalkan Balasan