Jatuh, Lalu Bangkit Lagi (2)

Pada suatu dini hari di halaman sebuah rumah. Di bilangan Kalasan, timur laut kota Yogyakarta. Terparkir sebuah mobil milik koperasi bandara. Sesosok laki-laki terduduk di kursi sopir. Jendela mobil terbuka sedikit. Hanya bisa dimasuki seukuran telapak tangan.

Usai subuh, terang menjelang. Seorang perempuan membuka pintu rumah. Dia agak tergopoh menuju mobil itu. Mulanya mengetuk kaca pintu sopir. Memanggil nama laki-laki yang tampak tak terusik di depan kemudi.

“Pak? Bapak?” Pria itu bergeming.

Raut wajah si Ibu berubah. Panik, dia mencoba membuka pintu. Klek! Ternyata tidak dikunci. Ia mengguncang-guncang tubuh lelaki yang masih saja diam. “Pak? Bapak?” Panggilannya tak berbalas. Refleks tangannya menyentuh wajah dan lengan pria paruh baya itu.

“Ya, Allah!” Teriak sang Ibu. Makin panik. Begitu dipastikan tak adanya embusan napas dan berhentinya denyut nadi, dia pun lunglai dan seketika pingsan. Pria yang terduduk di kursi kemudi itu, suaminya sendiri, telah meninggal dunia.

* * *

Duka itu masih membekas di benak Sri, sang istri. “Saat sadar, saya masih syok berat, mas,” katanya.

Kepergian suaminya begitu mendadak. Tidak hanya mengejutkan Sri, tapi juga ketiga anaknya. Selain itu juga mengguncang kondisi ekonomi keluarga.

“Suami saya pensiunan AURI tahun 1999, mas. Lalu jadi sopir taksi milik koperasi bandara sampai meninggal itu,” katanya. Sementara motor melaju dengan kecepatan di bawah 40 km/jam. Saya yang memboncengnya, sesekali melihat raut wajah dan gerak bibir Sri dari kaca spion kiri.

Lidah saya kelu. Tak menyangka Sri akan bercerita sejauh ini. Mulanya hanya obrolan yang umum: dari mana asal saya, ada urusan apa di Yogyakarta. Kemudian saya balas dengan bertanya di mana rumahnya, dan sebuah pertanyaan yang memantik ceritanya: sudah berapa lama ngojek?

“Dulu saya cuma ibu rumah tangga biasa, Mas,” tuturnya. Sepeninggal suaminya, pada tahun 2016 Sri memutuskan untuk mendaftarkan diri dan bekerja sebagai pengemudi ojek daring.

Sempat maju-mundur pada awalnya, karena Sri biasa mengurus rumah dan merawat ketiga anaknya. Keputusannya menjadi bulat usai salat istikharah. “Kalau saya gak kerja, anak saya makan apa, Mas?”

Lagi-lagi lidah saya kelu. Hanya mengangguk. Tenggorokan rasanya tercekat pahit.

Ketika tulang punggung utama keluarga kembali ke hadapan Tuhan, dunia serasa runtuh. Tapi ketiga buah hatinya jadi penguat hatinya untuk lekas bangkit. “Dua anak pertama itu perempuan, Mas. Anak pertama baru saja wisuda, yang kedua sudah kelas 3 SMA,” kata Sri. Anak yang terakhir, laki-laki, baru saja duduk di bangku SMP.

Meskipun demikian, Sri tahu batas dirinya. Perempuan berjilbab itu tidak ingin terlalu memforsir diri. Sebisa mungkin, sebelum jam 9 malam harus sudah di rumah. “Makanya kalau malam, saya gak pernah terima order yang jauh-jauh. Paling seputar kota saja, radius 2-3 km,” ujarnya. Setelah itu, dia pulang ke rumah.

“Apakah banyak pengemudi ojek lainnya yang kondisinya seperti Ibu?” saya bertanya.

Sri menggumam sejenak, seperti berpikir. “Kalau yang saya kenal, sih, ada beberapa, Mas,” jawabnya.

* * *

Sri melambatkan laju motor matik yang kami naiki. Berhenti tepat di depan sebuah kafe tujuan saya. Kawasan Demangan. Tidak jauh dari dua kampus swasta ternama di Yogyakarta. Saya akan bertemu dengan teman-teman bloger di sini.

Setelah Sri menuntaskan pesanan di aplikasi, jemarinya lincah berpindah ke aplikasi lain. Dia membuka galeri foto. Satu foto terbuka, ia perbesar dengan menggeser dua jemari yang menyentuh layar.

“Ini foto anak pertama saya, Mas. Sarjana ekonomi. Baru saja wisuda kemarin,” tunjuknya, “Sekarang lagi menunggu panggilan wawancara kerja dari beberapa bank. Doakan ya, Mas.”

Di foto itu, tampak Sri mengenakan jilbab dan kebaya. Berdiri bersanding dengan sang anak yang berpakaian toga. Mereka berfoto bersama usai prosesi wisuda di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Kini raut wajahnya berbinar. Gawainya dimasukkan kembali ke saku jaketnya.

Saya hanya bisa memberinya uang tip tambahan. Secukupnya. Ditambah ucapan terima kasih dan, “Tetap sabar dan semangat, ya, Bu.” Kami berjabat tangan.

“Monggo, Mas,” Sri pamit. Kembali ke jalanan yang padat siang itu.

Saya termenung sesaat di depan pintu kafe. Lalu masuk dengan menghela napas panjang. (*)

32 tanggapan untuk “Jatuh, Lalu Bangkit Lagi (2)”

    1. Maturnuwun, Mas. Jangan kapok, ya, hahaha.

      Suka

  1. aku paling ga kuat kalo ngerti cerita yang beginian. cowok lemah :(. harus lebih banyak bersyukur :((

    Disukai oleh 1 orang

    1. Tidak lemah, Mas. Harus disyukuri, ketika hati kita masih bisa tersentuh dengan kondisi orang lain yang kurang beruntung 🙂

      Suka

  2. Ini yang teman-teman ceritakan pas kumpul. Kok mas Rifqi akrab banget sama ojeknya ya.

    Disukai oleh 1 orang

  3. Dan ketika baca ini….tenggorokan rasanya tercekat pahit.
    Baca ini jadi ….ahhhhh terima kasih sudah share cerita

    Disukai oleh 1 orang

  4. Bu Sri ini seorang perempuan tangguh. Anak-anaknya bisa jadi kekuatan yang luar biasa untuk beliau bergegas bangkit dan melanjutkan hidup.

    Semoga, ketika nanti anak-anaknya sudah mapan, deras peluhnya Bu Sri bisa terbayar senyuman dan syukur.

    Disukai oleh 2 orang

    1. Amin, semoga berkah, ya, mbak 🙂

      Suka

  5. Kadang cerita-cerita driver gojek ini menarik. Pernah juga beliau mengeluh karena si penumpang benar mengesalkan. Beliau merasa beberapa menit itu rasanya seperti neraka, lama sekali. Salah satu keluhan penumpang dibilang karena tidak membaca peta. Sementara di lain kesempatan aku justru merasa karena kosku susah diarahkan google maps, jadi yang ambil kendali mengarahkan secara manual.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, Lan. Sebisa mungkin kita yang berusaha berbuat positif sebagai konsumen. Membantu memudahkan pekerjaan mereka.

      Disukai oleh 1 orang

  6. Endah Kurnia Wirawati Avatar
    Endah Kurnia Wirawati

    Cerita dari pengemudi ojek daring seperti ini memang banyak, meski ada juga yang ngeselin sih. tapi dari mereka kita bisa belajar bahwa hidup itu harus berusaha lalu bersyukur selanjutnya nikmati saja apa yang ada.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mbak, semoga jadi pelajaran bersama. Bagaimana pun kisahnya.

      Suka

  7. aku baca ini tadi pas siang dan lagi butuh semangat 😂, seketika aku mewek. Sebegitu besarnya perjuangan Ibu ketika harus membesarkan anaknya tanpa suaminya 😭😭

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hehe, semoga jadi pelajaran buat kita semua 🙂

      Suka

  8. Keren, selalu mengangkat kisah dari orang-orang yang ditemui (human interest) dan saya terharu dengan kisah ini. Hebat, anaknya sudah ada yang jadi Sarjana. Patut dicontoh … jatuh … harus bangkit lagi.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Bangkit! Semoga jadi pelajaran dan semangat kita bersama ya kak 🙂

      Suka

      1. Insha Allah dapat menjadi pelajaran dan semangat kita semua, Rifqy. Karena, Ibu Sri dengan beban anak-anak(nya) itu masih mau berusaha masih tetap semangat karena percaya Allah SWT selalu punya rencana baik untuk umatNya. Dan kita semua harus lebih bersyukur atas karuniaNya terhadap kita …

        Disukai oleh 1 orang

  9. Selalu dapat sesuatu dengan membaca ceritamu, mas. Meski hanya singkat. Kamu selalu bisa mengulik pelajaran dari sebuah perjalanan, sependek apa pun itu perjalanannya,

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih, semoga bisa jadi pelajaran bersama ya mas 🙂

      Suka

  10. Senang dapat membaca kisah yang menginspirasi dan Oom selalu mengambil sudut manusia-nya… Joss gandos!

    Salam

    Disukai oleh 1 orang

    1. Semoga bisa diambil pelajaran ya 🙂

      Disukai oleh 1 orang

  11. Ya ampun, Rifqi….
    aku merinding pagi pagi baca cerita ini

    Disukai oleh 1 orang

    1. Semoga bisa menjadi pelajaran bersama ya 🙂

      Suka

  12. selalu kagum dengan pengemudi ojek daring cewe .. terlepas dari background ceritanya
    tapi rikuh juga kali ya kalau diboncengin sama rider cewe .. 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ya, bagaimana lagi hehe. Yang penting saling respek satu sama lain.

      Suka

  13. udah deh, kalau cerita menyentuh seperti ini dinarasikan dengan gaya mas Rifqy mah,,,menjadi lebih menarik dan menyentuh…salam ya mas buat si Ibu kalau ketemu lagi hehehe

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih mas Hendi. Semoga bisa bertemu lagi dengan beliau :))

      Suka

  14. sedih ya bacanya,apalagi aku perempuan juga yang baru nikah,kadang juga berpikir kalau suatu hari ditinggal suami,kadang dalam hati berpikir “aku bisa apa?”

    Disukai oleh 1 orang

  15. Kalau pelajaran yang saya dapat dari beliau: sabar, ikhlas, semangat! 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.