Dari Tidore untuk Indonesia: Paji Nyili-Nyili dan Upacara Puncak (7-habis)

Pasukan Paji Nyili-Nyili di Sonine Salaka, Kadato Kie, dalam upacara puncak Festival Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017

Malam itu (11/4/2017) pukul 21.30 WIT, kami berkesempatan menyaksikan persiapan pelepasan Paji Nyili-Nyili tak jauh dari Pelabuhan Rum. Kami baru saja bersilaturahmi ke kediaman nenek Aminah Sabtu. Seorang nenek pejuang. Penjahit bendera merah putih yang pertama kali berkibar di Tidore pada 1946 silam.

Di lokasi pelepasan, telah bersiap para pasukan Paji Nyili-Nyili. Pakaiannya serba hitam. Orang-orang itu dari wilayah Mareku. Saya menumpang perahunya saat Parade Juanga. Sejumlah tokoh turut hadir, termasuk Wali Kota Tidore Kepulauan, Capt. H. Ali Ibrahim.

Lampu-lampu permukiman yang akan dilintasi Paji Nyili-Nyili hampir seluruhnya dipadamkan. Digantikan sementara oleh obor kecil sederhana yang dipasang di muka rumah-rumah warga. Membuat suasana temaram. Kontras dengan kota tetangga, Ternate, yang gemerlap di kaki Gunung Gamalama.

Pasukan Paji Nyili-Nyili dari wilayah Mareku bersiap di dekat Pelabuhan Rum sebelum berangkat
Pasukan Paji Nyili-Nyili dari wilayah Mareku bersiap di dekat Pelabuhan Rum sebelum berangkat

Niat awal kami, rombongan bloger, akan bergerak pulang ke penginapan mendahului pasukan. Supaya tidak terjebak “macet”.

Tapi Olan, cucu nenek Aminah Sabtu yang ikut menemani kami, berkata bahwa pasukan akan belok arah beberapa ratus meter setelah Rum. Melewati jalur belakang sebuah perkampungan, lalu kembali ke jalan poros lagi. Sehingga kami ikut arak-arakan sebentar, baru tancap gas pulang ke penginapan ketika pasukan berbelok dari jalan raya utama.

Setelah sambutan singkat dan doa bersama, pasukan Paji Nyili-Nyili mulai berjalan serempak pada pukul 22.20 WIT. Mereka berjalan menuju Kadato Kie dan diperkirakan tiba keesokan paginya.

* * *

Sekitar pukul 08.15 WIT, pengarak Paji Nyili-Nyili dari keempat penjuru mata angin telah tiba. Mereka antara lain dari arah Rum, Cobo, Gurabunga, dan Mare. Pasukan dari arah Rum yang kami lihat semalam, melewati depan penginapan Seroja pagi itu.

Pertemuan tersebut berlangsung di Limau Soasio, tempat penyatuan paji, yang terletak di perempatan jalan antara Kadato Kie dan Doro Kolano (dermaga kesultanan). Kedatangan Paji Nyili-Nyili disambut oleh Muhammad Ali Alting, Kapita Ngofa, panglima Kesultanan Tidore dalam prosesi Kirab Agung Kesultanan. Setelah prosesi singkat berupa tarian adat dan doa, rombongan bergerak memasuki lapangan upacara kesultanan yang disebut Sonine Salaka.

Sebelum acara inti dimulai, kurang lebih ada empat tarian adat yang ditampilkan. Termasuk tarian Salaimarong dari Sanggar Fola Katu Ko Ono, yang sudah saya lihat saat bazar di Gurabunga sebelumnya. Kadato Kie benar-benar meriah pagi itu. Semeriah cuaca yang cerah.

Sultan Tidore bersama para tokoh dan tamu undangan lainnya
Sultan Tidore bersama para tokoh dan tamu undangan lainnya

Tamu-tamu undangan dan sejumlah pejabat sudah berdatangan. Termasuk sultan-sultan di wilayah Maluku Utara. Selain perwakilan dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, hadir Wali Kota Tidore, Capt. H. Ali Ibrahim dan Wali Kota Ternate, Burhan Abdurrahman.

Sekitar pukul 10.00, acara upacara puncak dimulai. Kepala Dinas Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Yakub Husain, membuka acara. Upacara dipimpin oleh seorang inspektur upacara.

* * *

Tiba saatnya Sultan Tidore ke-37, Hi. Husain Sjah memberikan pidato kebudayaan. Ari mimbar sederhana yang terbuat dari bambu dan rumbia, dia menyampaikan pidatonya berapi-api.

Banyak pesan dan ajakan darinya untuk kebaikan dan masa depan Tidore, khususnyaa. Sultan menyuarakan optimisme dan semangat. Sekaligus mengajak semua pihak bersinergi dan kompak demi memajukan Tidore.

Sultan Tidore Hi. Husain Sjah memberikan pidato kebudayaan
Sultan Tidore Hi. Husain Sjah memberikan pidato kebudayaan

Ia menegaskan, “Kami tidak akan mundur ke belakang. Selagi langit masih tinggi dan bumi masih dipijak, kami akan terus berjalan ke depan. Mempertegas jati diri hingga Tidore benar-benar tamat ketika Allah runtuhkan langit kelak.”

Tak lupa, Sultan juga mengingatkan para pemangku kepentingan untuk menghentikan eksploitasi tambang di Tidore Kepulauan. “Agar tidak ada krisis lahan, demi anak cucu,” katanya. Ia berharap budaya menjadi jalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Semiskin dan sesusah apa pun masyarakat Tidore, dari Rum hingga berputar ke Rum lagi, saya pastikan tidak ada yang menengadahkan tangan meminta-minta.”

Pidato Sultan tersebut sekaligus sebagai penabuh gong diresmikannya pengajuan proposal untuk menetapkan Tidore sebagai Museum Maritim Dunia. Pengusulan tersebut berlatar belakang sejarah. Pada masa lampau, Tidore, Ternate, Jailolo, Bacan, dan Loloda merupakan pusat perniagaan cengkih dan pala. Sebagai pendukung proposal tersebut, antara Sultan Tidore dan Wali Kota Tidore Kepulauan menandatangani nota kesepahaman.

Sultan Tidore Hi. Husain Sjah menandatangani nota kesepahaman mendukung pengajuan proposal Museum Maritim Dunia
Sultan Tidore Hi. Husain Sjah menandatangani nota kesepahaman mendukung pengajuan proposal Museum Maritim Dunia

Status tersebut diajukan sebagai tindak lanjut hasil pertemuan Jaringan Global Kota-Kota Magelhaens pada Januari 2017 di Lisbon, Portugal. Jaringan tersebut beranggotakan 17 negara, termasuk Tidore yang didaulat sebagai tuan rumah pertemuan jaringan pada tahun 2020.

Usai upacara, kami diajak masuk menuju lantai dua Kadato Kie. Kami akan mengikuti makan saro (adat). Di sana, telah tersaji hidangan yang ditempatkan dalam meja-meja panjang. Sultan Tidore bersama para tokoh dan pejabat duduk melingkar di satu meja.

* * *

Ratib Taji Besi
Ratib Taji Besi

Masih di hari yang sama, rangkaian Festival Hari Jadi Tidore 2017 dipungkasi dengan Ratib Taji Besi di Gandaria Kadato Kie, pada pukul 21.00 WIT. Sebuah tradisi yang masih dijaga dan mengandung nilai spiritual.

Acara tersebut selain dihadiri Sultan dan Jou Boki, juga melibatkan para Imam dan Syara (Joguru) Sigi Kolano, serta utusan kampung-kampung yang ada di Tidore. Wali Kota Tidore Kepulauan turut hadir dan duduk di samping Sultan.

Ratib Taji Besi merupakan ungkapan syukur atas terselenggaranya Festival Tidore yang k-909 ini. Selain itu, juga untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan Sultan Hi. Husain Sjah, Jou Boki, Bobato, Pehak Raha, bala rakyat serta seluruh wilayah Kesultanan Tidore. (*)


Foto sampul:
Pasukan Paji Nyili-Nyili di Sonine Salaka, Kadato Kie, dalam upacara puncak Festival Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017

Lomba menulis blog dan kegiatan selama di Tidore,
terselenggara atas peran Ngofa Tidore
beserta pihak-pihak sponsor terkait: Lomba Menulis Blog 

4 tanggapan untuk “Dari Tidore untuk Indonesia: Paji Nyili-Nyili dan Upacara Puncak (7-habis)”

  1. Uwaahh. Kalau dilihat dari sejarahnya dan kekayaan alamnya, pantas Tidore masuk ke Museum Maritim Dunia 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Seharusnya! Amin. 🙂

      Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: