Kereta Api

Stasiun Malang

Sudah lama saya tidak naik kereta api (KA) dari stasiun yang dibangun pada 1941 ini. Stasiun Malang. Sebagian warga setempat menyebut stasiun di ketinggian 444 meter dari permukaan laut (mdpl) ini sebagai “Malang Kotabaru”. Penyebutan tersebut dipakai untuk membedakan dengan Stasiun Malang Kotalama yang berusia 62 tahun lebih tua.

Terakhir kali, waktu ke Jakarta. Dua tahun lalu. Tunggangan saya saat itu adalah kuda besi sejuta umat: Matarmaja, trayek Malang-Pasar Senen pulang-pergi (PP). Kereta api kelas ekonomi yang laris bak gorengan hangat di pengujung petang. Pula, pujaan pendaki dari Jakarta dan sekitarnya yang akan mendaki Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa.

Sebelum Matarmaja, saya pernah merasakan jadi penumpang KA Penataran jurusan Surabaya Kota, KA Malabar tujuan Bandung, hingga KA Tawang Alun jurusan Banyuwangi. Nama kereta yang disebut terakhir adalah idola para pendaki Malang Raya yang akan menuju Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Perjalanan impulsif, cukup sering saya lakukan. Tahu-tahu berangkat begitu saja. Dan kali ini adalah perjalanan terimpulsif dengan kereta api. Sejauh ini. Di bulan Ramadhan pula. “Menyambung silaturahmi,” begitu jawaban saya pada pertanyaan-pertanyaan teman tentang alasan.

Suasana di Stasiun Malang pagi ini cukup nyaman. Karena masih pagi, suasana hilir mudik di stasiun belum seramai saat siang dan sore.

Di jalur-jalur kereta, terparkir KA Malabar di Jalur 4, yang baru berangkat menuju Bandung pukul 16.00. Di Jalur 1, ada KA Malioboro Ekspres yang saya naiki menuju Stasiun Tugu, Yogyakarta. Kereta ini dijadwalkan berangkat pukul 08.20.

Di jalur lain, berdasarkan informasi dari petugas stasiun lewat pengeras suara, sesaat lagi akan datang di Jalur 3 KA Bima dari arah utara (Surabaya), di Jalur 5 KA Matarmaja dari arah selatan (Blitar). Malang adalah pemberhentian terakhir kedua kereta berbeda kelas tersebut.

Kereta api adalah pilihan utama saya ketika melakukan perjalanan jarak jauh. Khususnya di Pulau Jawa. Perjalanan darat dengan kereta api, sama halnya dengan bus, memungkinkan saya mencecap pergerakan yang dinamis kala melakukan perjalanan.

Stasiun Tugu Yogyakarta
Stasiun Tugu Yogyakarta

Seperti kata Desi Anwar dalam salah satu bagian bab bukunya, Faces and Places (Catatan Sang Pelancong: 35 Tokoh dan 50 Tempat yang Menginspirasiku), “Perjalanan sejati, setidaknya bagi saya, bukan lagi tentang melintasi benua-benua -pelengkungan waktu statis ketika seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat lain di zona waktu berbeda tanpa perlu menggerakkan kaki. Yang memberi romantika adalah rasa bergerak yang sebenarnya, rasa pergi ke suatu tempat dan melihat bentang alam berubah seiring makin jauhnya perjalanan.”

Dari stasiun, lalu diikuti permukiman padat yang mengapit rel, persawahan, hutan jati, hingga melintasi sungai. Dari kota hingga desa.

Sejatinya ada satu impian saya berkeretaapi yang belum terlaksana, yaitu menjajal KA Krakatau Ekspres. Kereta api dengan rute terpanjang dan satu-satunya yang melintasi seluruh provinsi di Pulau Jawa. Sayang, kereta api dengan rute awal Merak-Kediri (sempat diperpanjang sampai Blitar pada 1 April 2017) itu harus dihentikan karena sepinya okupansi. Berganti nama menjadi KA Singasari dengan rute Pasar Senen-Blitar PP.

Tetapi, masih banyak rute-rute lainnya yang perlu dilahap dengan kereta api. Baik di Pulau Jawa maupun Sumatra (belum pernah saya coba sama sekali). Merasakan romantika bergerak dan perubahan bentang alam, serta kehidupan kecil di gerbong kereta yang khas Indonesia.

Mengenang perjalanan dari Stasiun Malang,
15 Ramadhan, Sabtu 10 Juni 2017

48 tanggapan untuk “Kereta Api”

  1. Dibanding semua moda transportasi saya paling suka berkereta. Mungkin ini terdengar cheesy sih, tapi menurut saya naik kereta itu romantis #halah. Apalagi jaman masih bisa duduk di sambungan gerbong dan lihat senja atau langit malam bertabur bintang.

    Kereta itu menurut saya analogi hidup. Bertemu banyak kawan seperjalanan di gerbong lantas akan ada masanya berpisah di pemberhentian masing-masing. Tapi seperti halnya kereta, apa puj yang terjadi hidup mengajari untuk terus bergerak maju dan bukan berhenti.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Nimbrung 🙂

      Setuju. Romantis kayanya jadi kata yang pas buat deskripsiin perjalanan naik kereta api. Buat saya, mungkin karena sensasi nostalgia jaman masih jadi brondong kinyis-kinyis (plis jangan di-block) jalan-jalan tanpa keluarga naik kereta ekonomi.

      Kereta ekonomi sekarang udah gerak ke arah yang lebih maju, tentunya. Ga usah dijabarin lagi lah ya bedanya. Hehe. Tapi, nyawanya masih sama. Guyub. Kadang kangen sama ibu penjual nasi ayam di dalem kereta ketika saya harus beli nasi box di restorasi kereta yang harganya 35.000 tapi rasanya…. 🙂

      Disukai oleh 1 orang

      1. Hahahahaha, brondong kinyis-kinyis itu tidak ada masa kadaluarsanya kok hahahahaha 😂

        Betul, perubahan-perubahan yang terjadi tentu atas pertimbangan banyak hal. Tapi saya sepakat, tak bisa dipungkiri, agak bagaimana rasanya jika mau beli makan di restorasi kereta. Kalau mau, KAI mungkin bisa memberdayakan pedagang-pedagang untuk berjualan di dalam kereta secara tertib pada gerbong tertentu #imajinasi ….

        Suka

        1. Haha.. Itulah. Kalau harga mahal tapi porsi dan rasanya sesuai sih ngga masalah, Mas. Tapi ini… Haha. Anggap aja prinsip ‘beda orang, beda selera’ berlaku di sini 😂

          Suka

          1. Hahaha, manut saja sudah 😀

            Suka

    2. Romantis! Sepertinya lebih mudah bercerita panjang lebar ketika perjalanan dengan kereta ya? Hehe. Terima kasih atas komentarnya yang membuka hal lain dari kereta api. Analogi yang menarik, mbak, saya setuju 🙂

      Suka

  2. Pengalaman buruk naik pesawat, membuatku lebih memilih kereta api kalau bepergian di Pulau Jawa. Dan, yang mengasyikkan naik kereta api itu, kita bisa melihat orang dengan berbagai karakter.
    Daku udah pernah naik Krakatau Express itu. Dari Jakarta ke Serang dan dari Yogya ke Kediri, ramai-ramai sih naiknya, ngak berani sendiri 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Betul, dengan kereta kadang lebih mendapat cerita dibanding moda transportasi publik lainnya.

      Waaaah udah pernah merasakan yaaa hahaha.

      Suka

  3. Buat sebagian orang, mengusir bosan ketika naik kereta bia dilakukan dg mendengarkan musik atau membaca buku. Tapi romantisme naik kereta api adalah menyaksikan pemandangan dari balik jendela. Dari kota hingga desa, dari pemukiman hingga hutan. Komplit. Serta tentu saja mendengarkan suara roda-roda baja yg berputar, seakan seperti musik yg menghibur 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Menarik, mas! Setiap orang yang pernah naik kereta api berarti memiliki sudut pandang romantisme yang bermacam-macam. Tapi poinnya sama, selalu ada cerita dari kereta 🙂

      Suka

  4. Kereta api, moda transportasi favorit karena ada romantisme masa lalu yang mengiringi tiap kali menaikinya. Duluuu, semasa kecil tinggal di Palembang, tiap libur caturwulan sama Ibu selalu diajak ke Baturaja naik kereta api. Masa itu, tahun 1990-an, bayangkan sendiri seperti apa rupa kereta api. Hahaha. Tapi kenangan menaikinya terus menempel dalam benak dan pikiran.

    KA Matarmaja saya pernah naik sekali. Pas mau kondangan ke Nganjuk, cari kereta yang langsung ke sana dari Pemalang. Rupanya Matarmaja nggak berhenti di Pemalang, naiknya harus dari Pekalongan. Gpp-lah, ketimbang nyambung di Semarang lebih nggak asyik. Baliknya ke barat naik KA Blitar. Lagi-lagi turun Pekalongan 🙂

    Sekarang mah naik kereta api sudah nyaman sekali. Mulai dari kepastian harga tiket, estimasi waktu keberangkatan dan ketibaan, nyaman dan tertibnya stasiun, bersih-wanginya kabin kereta. Menyenangkan! Next dalam waktu dekat pengen ngajak keluarga berwisata ke Semarang naik kereta api.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ah asyiknya libur diajak naik kereta api, hehe. Saya sepertinya pernah sekali merasakan naik kereta api saat masih TK dari Jogja ke Surabaya, sama orang tua, yang kita tahu bagaimana rupa kereta api pada tahun 1990an hahaha. Kalau Matarmaja sepertinya sudah jadi legenda dari dulu ya hehe

      Betul, mengikuti perkembangan zaman, memang harus ada perubahan-perubahan,

      Suka

  5. Saya termasuk belum lama mulai naik kereta api. Maklum, aslinya bukan dari Jawa. Tapi setelah tahu kereta, si ular besi itu jadi favorit saya. Mungkin karena jalurnya bersejarah. Mungkin karena stasiunnya tua-tua. Mungkin karena saya suka ngeliatin bangunan terbengkalai seperti stasiun atau halte yang sudah mati, atau jalur rel yang bercabang terus menuju arah yang berbeda. Atau kabut di tengah sawah. Haha.
    Mudah-mudahan saya bisa terus naik kereta api. Mudah-mudahan juga bisa berbagi cerita seperti Masnya di tulisan ini. Amin, wkwk.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Maa Gara kan penyuka historis, dan kereta api dan relnya adalah jejak sejarah. Klop sudah, hehehe.

      Amin, mulai dari langganan KRL, mungkin? Hehe.

      Suka

      1. Sudah berlangganan KRL Mas, wkwk.

        Suka

        1. Oooh ya sudah kalau begitu haha

          Disukai oleh 1 orang

  6. Hendi Setiyanto Avatar
    Hendi Setiyanto

    salahs satu hal yang belum kesampaian…hikss…

    Disukai oleh 1 orang

  7. Saya juga punya cita cita menuntaskan satu perjalanan lintas pulau jawa dengan Krakatau. Rute terjauh saya baru Jogja Banyuwangi dengan Kereta Ekonomi tipe lama yang bisa duduk (atau berdiri) di mana saja. Sesuatu yang terasa hilang ketika pertama kali menjajal kereta kelas lain. Hahaha

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ah, sama! Ayo ke Banyuwangi lagi wkwk. Kelas ekonomi emang punya cerita tersendiri yang berkesan 😀

      Suka

  8. Rute paling sering saat naik kereta api Jogja – Malang (aku). Lah selama ke Malang beberapa kali selalu naik kereta api.
    Berharap ada jurusan Jogja – Semarang hidup lagi.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mas, frequent flyer (atau trainer ya, haha).

      Wah, iya belum dibangkitkan lagi ya…

      Suka

  9. Sampai saat ini, moda transportasi favorit saya juga si ular besi mas. Yaaa, walaupun durasi naik kereta jarak jauh saya belum banyak-banyak banget. Seringnya cuma kereta lokal, Pramkes, buat PP Solo-Purworejo.
    Naik kereta itu nyaman, adem, dan sepanjang perjalanan insyaallah dijamin halus-lurus-mulus. Nggak naik-turun & nggak nggronjal-nggronjal maksud e hehe.

    Betewe-betewe, isin aku mas mbok lebokne list BW. Mampir ke papanpelangi wae lagi ping piro wkwk, itupun jarang ninggal jejak, but honestly aku ngefans sama tulisanmu *halah*

    Gegara kita beda platform blog, kalau habis buat tulisan baru, di share di Google+ juga mbok’an mas. Biar saya nek meh BW gampang hehehe

    Disukai oleh 1 orang

    1. Gapapa pakai kereta lokal, kalau jeli, pasti bakal dapat cerita yang berbeda hehe. Iyaaa, nyaris bebas hambatan ya hahaha.

      Hahaha, gapapa, sekalian buat referensi bagi teman bloger yang lain, mas hehe.

      Ooh baiiklah, hehe, terima kasih ya sarannya 🙂

      Suka

  10. Moda transportasi yg sangat murah nih. Terakhir naik kereta api tahun lalu waktu ke Surabaya dari Jakarta. Keretanya sangat2 nyaman banget sekarang..

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mas, jadi andalan karena murah. Semoga terus terjaga bahkan meningkat pelayannya.

      Suka

  11. Aku mudik ke Malang tiap tahun. Dari Jember. Dulu pas masih balita sering naik kereta. Sejak orang tua punya kendaraan sendiri, aku nggak pernah naik kereta ke malang.
    Naik kereta kalau pas ke Surabaya aja.

    Dan meski aku tiap tahun mudik ke Malang, aku sendiri ga tau seperti apa bentuknya stasiun hehe… ke sana trakhir kan masih balita. Gak pernah diajak main ke sana juga.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wah di Malang juga tho hehehe. Memang sesekali perlu disempatkan lagi merasakan naik kereta api seperti saat kecil, hehee.

      Suka

  12. Udah lama banget ga mampir kesini kangen tulisannya maa rifki seperti jg kangen naik kereta. Entah kpn trahir x naik kereta udh lama bgt. Pengen ngajak baby K naik kereta kapan2

    Disukai oleh 1 orang

    1. Haaaai mbak, lama tak jumpa juga hehe, makasih yaaa. Wah iyaaa, ada si baby ya, bakal ketularan traveling ini .

      Suka

  13. Saya juga “penggila” kereta api, mas… Yang paling berkesan adalah ketika roda-roda besi menggilas rel, apalagi pas sambungan rel; seperti sebuah irama yang harmonis – rapi dan bikin merindu

    Ketika naik kereta ekonomi menariknya adalah ketika kaki saling bersilang, demi menolak kaki pegal dan varises… Hahahaha

    Suka dengan tulisannya, mas…

    Disukai oleh 1 orang

    1. Aih, romantis kali deskripsinya, Mas 🙂

      Betul, ada seninya ya, hehe. Terima kasih sudah mampir, Mas 🙂

      Suka

  14. Daripada bus, aku lebih suka kereta api. Dan kereta api, atau transportasi berbasis rel pada umumnya, selalu menjadi pengalaman yang tak akan dilewatkan saat berkelana di luar negara. Entah sekedar berkeliling dalam kota, hingga melewati batas dan tiba di negara sebelah. Perjalanan menjadi lebih berkesan dengan kereta api 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Mantap, memang selama ada dilalui jalur kereta, hampir pasti kereta api jadi pilihan utama. Semoga saya bisa mengikuti jejak Mas Nugi saat berkereta di luar negara 🙂

      Suka

      1. Amin. All you need is TEKAD 😁

        Disukai oleh 1 orang

  15. Loh krakatau udah gak ada to. Itu kereta lama banget. Setiap stasiun berhenti. Kalo ke Mertua naik itu. hahahaha

    Disukai oleh 1 orang

  16. Aku juga dah lamaaaaaaa banget ngga naek kereta api ke Bandung, padahal dulu sebulan sekali mah ada pulang pake kereta. Gegara ada travel & lebih cepet jadi kereta terlupakan.. Next time pengen ngyoba lagi ah ke Bandung buat mengenang masa lalu #ttsssah

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha, sesekali itu perlulah mengenang masa lalu 😀

      Suka

  17. Naik kereta emang enak sih. Apalagi nek pernah merasakan juga sensasi naik kereta jaman masih rusuh. Wkwkwk. Seru rasanya.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wkwkwwkwk, berarti bernostalgia caranya bikin rusuh dulu ya? Hahaha.

      Suka

      1. pernah numpak gerbong barang, lesehan cuma beralaskan sandal. dari babat ke surabaya wakakaka. atau naik kereta bayar di atas :V

        Suka

        1. Tapi serulah pengalamanmu, Lan, aku belum pernah mengalami seseru itu 😀

          Suka

  18. Hendi Setiyanto Avatar
    Hendi Setiyanto

    saat tiba di stasiun ini, kira-kira pengunjung akan disambut dengan lagu khas apa ya? kalau di stasiun purwokerto kan lagunya “di tepian sungai serayu”…

    Disukai oleh 1 orang

    1. Di Stasiun Malang belum seperti itu, hehe. Hanya disambut announcer biasa, selamat datang di Stasiun Malang hehe.

      Suka

      1. Hendi Setiyanto Avatar
        Hendi Setiyanto

        oh kirain sama seperti di sta.purwokerto

        Suka

  19. Memang menyenangkan melakukan perjalanan impulsif dengan kereta api,
    Tiba tiba ke loket go show atau kalau lagi iseng buka KAI access, pesan-bayar.
    Tanpa tau apa yang harus dilakukan di kota tujuan. haha.

    Yang penting sampai tujuan dulu, urusan mau ngapain disana gampang.
    Dipikir karo tenguk tenguk yo sam. hehe

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, pokoke budal. Sing penting yakin! 😀

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: