Pagi itu di sekretariat Desa Ekowisata Pancoh, sosok pria berbadan tegap sedang duduk bersila. Pakaiannya necis. Kemudian ia berdiri dan sigap menyalami kami, tim #EksplorDeswitaJogja yang menghampirinya. Kami baru saja selesai berkegiatan di Pancoh dan akan melanjutkan ke Malangan, Sleman. Ia menanyakan nama kami satu per satu. “Saya Wiji,” ia memperkenalkan diri
Nama lengkapnya Wiji Raharjo. Dapat dikatakan, ia adalah pemandu senior di Desa Wisata Malangan, Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Keramahannya seakan menjadi jaminan, bahwa Malangan akan selalu lekat dalam benak kami
Hannif, rekan bloger dari Klaten, dalam artikelnya menyebut Malangan sebagai tempatnya para seniman. Satu-satunya empu tempa pamor keris Yogyakarta ada di sini. Batik dan budidaya perikanan juga sedang berkembang. Perajin bambu khas Malangan yang terkenal juga ada di sini.
Dengan bersepeda, Wiji dan kawan-kawan mengajak kami berkeliling desa. Menyusuri jalan kampung. Blusukan di gang-gang. Menyisir sawah. Ada sejumlah titik pemberhentian pokok yang kami singgahi. Mulai dari sanggar batik, tempat pembuatan keris, kolam budidaya ikan tawar hingga pusat kerajinan bambu.
Kerajinan Batik
Saya sendiri hanya ‘beruntung’ mengayuh sepeda bahkan sebelum mencapai tujuan pertama, sanggar batik. Dor! Roda belakang sepeda pancal tua yang saya naiki meletus. Tampaknya suhu aspal yang panas menjadi penyebab. Dua pemandu yang berboncengan motor mendekati saya. Salah satunya ‘mengevakuasi’ sepeda, sementara saya diminta membonceng rekannya. Kami menuju sanggar Batik H&S di Malangan. Belakangan saya mensyukuri tidak jalan kaki ke tempat ini.
Seorang perempuan berjilbab dan berkacamata tengah mewarnai batik. Batik H&S ini lebih banyak menerima pesanan seragam batik untuk keperluan kegiatan TPA (Taman Pendidikan Alquran), sinoman, acara keluarga, perkantoran dan permintaan lain yang membutuhkan kuantitas dalam jumlah banyak.
Meskipun begitu, produk batik di sini juga dapat dikoleksi secara pribadi. Produk-produk dari Batik H&S memiliki motif kontemporer, dengan pengerjaan cap maupun tulis. Harga pun beragam. Semakin tinggi tingkat kerumitan membuatnya, maka harga yang dibayar untuk selembar kain batik pun semakin mahal.
Seni Tempa Pamor Keris
Dalam buku saku pedoman pemandu Desa Wisata Malangan yang saya dapat, pernah hidup beberapa empu di Sleman Barat pada periode 1800-1900. Empu Jenggala yang bertempat di dusun Jenggalan, Sumberagung; Empu Brodjo di Njitar, Sumberarum; dan Empu Djeno Harumbrodjo di Gatak, Sumberagung. Kesemuanya telah wafat, dan nama terakhir memiliki pewaris yang masih hidup dan kami temui di rumahnya, yaitu Ki Empu Sungkowo Harumbrodjo. Ia merupakan keturunan ketujuhbelas dari Empu Tumenggung Supodriyo, yang hidup pada zaman Majapahit.
Empu Sungkowo memberi penjelasan tentang kiprahnya di bidang seni tempa pamor di rumahnya. Di tengah-tengah galeri foto, gambaran silsilah pewaris empu, piagam penghargaan hingga puluhan keris yang berjajar rapi. Sayang, kami hanya menerima penjelasan secara verbal tanpa melihat langsung prosesnya, karena bahan dan alat pembuat keris yang biasanya berada di besalen–ruang atau dapur pembuatan keris–sedang dipamerkan dalam sebuah acara di Bantul. Tapi kami tetap antusias. Gaya bertuturnya menampakkan betapa berwibawanya sang empu, yang mewariskan keahlian membuat keris dari mendiang ayahnya. Gelar yang tak sembarangan.
Keris karya Empu Sungkowo tak hanya diminati pihak keraton atau orang lokal, tapi juga dari luar negeri. Pamornya telah harum hingga Malaysia, Prancis dan Belanda. Belum lama ini ia menerima pesanan dari seorang berkewarganegaraan Singapura. Empu Sungkowo perlu sedikitnya 2-6 bulan di luar hari pantangan untuk membuat sebilah keris berpamor. Sebelumnya, ia harus menyediakan sesaji semacam tumpeng, ingkung, jenang, jajan pasar, minuman (teh pahit, kopi hitam, degan), sebagai simbol untuk kelancaran proses pembuatan keris.
Bahan-bahan yang digunakan Empu Sungkowo dalam membuat keris biasanya berupa besi tua dari rel peninggalan Belanda, nikel, batu meteor, arang, Bahan-bahan tersembut dibuat di besalen, dibantu oleh minimal dua orang panjak, yang bekerja sesuai arahan empu. Tak lupa minyak pusaka yang dioleskan untuk mencegah korosi, sekaligus kekeramatan pusaka. Saya jadi membayangkan benturan suara palu dan besi bertalu-talu dan percikan api di tengah proses pembuatannya. Semoga kami dapat kembali ke sana.
Jika pada zaman dahulu keris digunakan sebagai senjata tikam, mewarnai kecamuk perebutan kekuasaan pada masa kerajaan di Jawa, kini keris lebih berperan secara sosial. Pamor keris dapat berbeda bergantung tujuan pemesan. Karenanya, Empu Sungkowo harus mengetahui data pelanggannya (weton) atau kalau memungkinkan bertemu secara langsung, untuk mengetahui karakternya. Seperti halnya batik, harga yang harus ditebus pemesan menyesuaikan bahan dan kerumitan proses pembuatan.
Budidaya Perikanan Air Tawar
Budidaya perikanan air tawar sejatinya bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Malangan. “Sudah ada sejak dulu. Tapi masih sangat tradisional,” ujar Wiji. Artinya, belum ada introduksi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan pendapatan. Tapi sekarang sudah ada teknik booster yang memiliki peran sangat signifikan.
Yatno, pensiunan polisi yang menekuni budidaya perikanan air tawar sejak 2014. Berawal dari dorongan seorang teman, Yatno membuat lima bak kolam berisi booster dengan modal 4,5 juta. Sampai pada hari saat kami berkunjung, ia sudah menikmati panen sebanyak delapan kali.
Hannif (kanan) menyimak penjelasan Yatno tentang cara kerja teknik bosster. Teknik ini dapat secara efisien membuang kotoran ikan dan sisa pakan, Dengan teknik ini, terjadi peningkatan bobot ikan secara drastis daripada menggunakan sistem tradisional. Perbandingannya adalah 5 berbanding 1 kuintal untuk 100 ekor ikan gurami dalam satu tahun. Penerapan teknik tersebut diiringi pemberian pakan yang teratur. Yatno membutuhkan sekitar 4,5 sak pakan per 100 ekor, dengan konversi 1,5 kg pakan untuk 1 kg daging.
Sebagai upaya mendukung keberlanjutan usaha perikanan ini, sebuah resto sederhana didirikan di Malangan. Resto Gubuk Jowo, menyajikan menu utama ikan bakar, dengan ikan air tawar hasil olahan masyarakat di sana. Kami menikmati makan siang di sini, ditemani semilir angin.
Kerajinan Bambu Tunggak Semi
Mendunianya Bambu Malangan berawal dari keuletan mendiang Ahmad Saidi. Tak lekas loyo ketika PT LEPPIN, pabrik kerajinan bambu bikinan pemerintah (1962) tempatnya terlibat sebagai desainer produk dan koordinator karyawan, kolaps pada 1965 akibat peristiwa G30S/PKI. Ia bergerak cepat dan merekrut banyak perajin di wilayah Moyudan (lokasi PT LEPPIN) dan Minggir, Sleman. Ia menanamkan pola pikir, “Kalau bisa jangan sekadar membuat, tapi juga menjualnya dengan nilai tambah yang tinggi ke pasar internasional.”
Negara tujuan ekspor pertama adalah Selandia Baru, lewat salah satu konsumen sekaligus perusahaan eksportir PT Panca Niaga, Jakarta, pada 1974. Momen tersebut dianggap sebagai tonggak kebangkitan Bambu Malangan dan mengangkat derajat perajin. Pertumbuhan ekspor secara positif tercatat pada kurun waktu 1980-an, yang puncaknya Ahmad Saidi dianugerahi Upakarti oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pada 1987. Berita itu kemudian kian tersebar ke luar negeri. Konsumen dari sejumlah negara Asia, Eropa hingga Amerika bahkan berdatangan langsung ke Malangan.
Sepeninggal Ahmad Saidi pada 2006, Suryadi–anak ketiga–mengambil alih kepemimpinan. Dipersiapkan sang ayah sejak 1995, Suryadi (kanan) membawa inti plasma industri Bambu Malangan kian melesat. Ia membawahkan 150 pekerja di pabrik inti Tunggak Semi, dan lebih dari 1500 perajin mitra di luar Malangan sebagai plasmanya. Mulai dari Kulonprogo, Gunung Kidul, Magelang, Purworejo, Kebumen, Banyimas, Cilacap hingga Magetan. Melayani pesanan dari eksportir. Dengan omzet hingga 200 juta per bulan, kerajinan bambu telah menghidupi masyarakat Desa Wisata Malangan.
Wiji menyebut gedung ini sebagai “terminal”. Lokasinya persis di depan ruang pamer. Di sinilah bambu diolah dan dijadikan kerajinan yang cantik. Bahan baku andalan Suryadi adalah bambu apus dan wulung, yang bagus untuk anyaman dan interior. Motifnya pun dinamis, menyesuaikan permintaan konsumen. Produk termurah adalah besek kecil, seharga Rp3000. Produk lain akan lebih mahal, bergantung pada ukuran dan kesulitan anyaman. Dari sini pula proses angkut muat hasil kerajinan yang akan diekspor.
Di pasar internasional, Suryadi mewaspadai sepak terjang Vietnam, yang bahan bakunya lebih murah dan mendapat dukungan pemerintah setempat yang tak kunjung putus. Namun, Suryadi tetap optimis untuk konsisten menjadikan Tunggak Semi berorientasi ekspor. “Untungnya mungkin kecil, tapi kontinu,” katanya.
MALANGAN sudah memiliki sumber daya tarik yang memikat. Satu-satunya empu keris di Sleman, Yogyakarta ada di sana. Kerajinan batik dan budidaya perikanan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Kerajinan bambunya sudah lama mendunia.
Tapi Wiji dengan rendah hati berucap, “Kami hanya bermodal semangat. Ibarat tinju, kami hanya bisa memukul tanpa tahu cara menangkis, tapi sudah berani masuk ring.” Ia dan rekan sedang dihadapkan pada pekerjaan rumah seperti di Desa Wisata Kebonagung, yaitu regenerasi.
Wiji berharap ada banyak anak muda di desanya yang dapat berkontribusi memajukan pariwisata di Malangan. Saya pun juga berharap, lurik biru yang digunakan para pemandu senior itu dikenakan anak-anak muda di sana. (*)
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara “Travel Blogger Eksplor Desa-Kampung Wisata Jogja Istimewa” bertema #EksplorDeswitaJogja yang diprakarsai oleh Forum Komunikasi (Forkom) Desa Wisata D. I. Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tulisan bloger yang lain tentang #EksplorDeswitaJogja dapat dilihat di masing-masing blog berikut ini:
- Hannif Andy – insanwisata.com
- Nasirullah Sitam – nasirullahsitam.com
- Aya – cewealpukat.com
- Halim Santoso – jejakbocahilang.wordpress.com
- Rizka Nidy – missnidy.com
- Aji Sukma – lagilibur.com
- Dwi Susanti – relunglangit.com
- Alid Abdul – alidabdul.com
Untuk keperluan wisata di Desa Wisata Malangan, Anda dapat menghubungi Wiji (0878 3972 8330), Andrian (0821 3722 3912) atau Janu (0857 4330 0969)
Facebook: Wisata Malangan
Instagram: desawisata_malangan
Email: wisata.malangan@gmail.com
Foto sampul:
Hannif, rekan bloger, berjalan di antara perajin dan hasil kerajinan bambu di depan ruang pamer Pabrik Tunggak Semi, Malangan
Tinggalkan Balasan