Menyatu dengan Alam di Desa Ekowisata Pancoh

Desa Ekowisata Pancoh

 Tuk…

Suara itu mengalami jeda beberapa saat. Ketika air dari satu bambu kembali memenuhi bambu lain di bawahnya, suara itu terdengar lagi.

Tuk…

Surthong, adalah sebutan dari rangkaian alat tersebut. Suaranya terdengar nyaring dan khas. Irama dalam jeda yang menghiasi keseharian masyarakat Dusun Pancoh. Selain kokok ayam, dan hawa sejuk di antara pohon-pohon salak yang seperti perisai kampung itu sendiri. Menyatu dengan alam.

Ya, salak, komoditas hortikultura yang menghidupi Pancoh, Kelurahan Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Salah satu sentra Salak Sleman yang telah mendunia.

Salak adalah komoditas andalan Pancoh dan Kabupaten Sleman
Salak adalah komoditas andalan Pancoh dan Kabupaten Sleman

Wisata Salak Pancoh

Pagi itu cukup sejuk. Hawanya menyelimuti dusun yang terletak kurang dari 10 kilometer dari puncak Gunung Merapi itu. Sisa hujan semalam masih tampak di jalanan dan tanah halaman yang basah.

Setelah sarapan di homestay masing-masing, kami diajak Ngatijan –ketua kelompok ekowisata Pancoh–dan Supriyadi alias Noto ke kebun salak. Dua lelaki penggerak ekowisata Pancoh itu sepertinya tak ingin kalah semangat dengan saya dan teman-teman setim #EksplorDeswitaJogja.

Lokasi yang dituju berada di seberang dusun. Dipisahkan jalan raya yang cukup ramai menuju arah Gunung Turgo. Pancoh termasuk satu dari beberapa sentra salak pondoh yang terbesar. Luasnya sekitar 0,4 hektare dari total 2.500 hektare lahan salak yang tersebar di beberapa desa sentra salak di Kabupaten Sleman.

Di antara petak-petak lahan salak yang cukup rapat, Ngatijan mengajak kami masuk ke salah satu lahan tak jauh dari jalan raya. Lahan salak seluas 800 meter persegi itu milik Harsono. Kami berkumpul melingkari beberapa pohon yang masih berusia satu tahun. “Bunga salak yang kemerahan itu baru terlihat saat usia pohon 2 tahun. Lalu muncul buah pertama saat berusia 3 tahun,” katanya.

Harsono (50 tahun) awalnya adalah petani padi. Namun, ‘demam’ salak yang menghampiri Sleman pada kurun waktu 1980-an membuatnya berubah haluan. Sejak tahun 1990, Harsono fokus bertani salak sampai sekarang. Varietas yang dibudidayakan adalah salak pondoh dan salak manggala, dengan bibit berasal dari hasil cangkok. Perbedaan keduanya terletak pada rasa dan corak kulit. Salak pondoh lebih manis dan garing, sedangkan salak manggala lebih kenyal.

Harsono menunjukkan contoh bunga pada pohon salak
Harsono menunjukkan contoh bunga pada pohon salak

Berbeda dengan padi, menanam salak tidak membutuhkan terlalu banyak air dan perlakuan khusus. Biaya pasca panennya pun lebih terjangkau dibandingkan padi. Sekali menanam salak, pohonnya dapat berbuah berulang-ulang untuk waktu yang cukup lama. “Umur produktivitas pohon biasanya bisa sampai 12 bulan,” kata Harsono.

Namun, petani masih dapat memanen dari pohon yang sama hingga bertahun-tahun. “Sekarang tergantung petani, ada modal atau tidak menggantinya dengan pohon baru,” ujar Harsono. Kalau tidak ada modal, pohon salak yang ada dibiarkan tumbuh meninggi.

Harsono sendiri mengaku jarang menanam pohon salak yang baru. Meskipun demikian, ia masih dapat memanen rata-rata 3 kg per pohon dalam dua kali panen selama setahun.

 

Tantangan Menjaga Produktivitas Salak

Tak tersirat upaya perluasan lahan sebagai peningkatan produktivitas dalam pernyataan Harsono. Ia memberikan pesan bahwa jika ingin meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan menanam pohon baru. Menggantikan pohon yang lama.

Hal tersebut senada dengan Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman, Edi Sriharmanto.

Kepada portal Berita Satu, 3 April 2015, ia menyatakan bahwa tidak akan ada lagi perluasan lahan salak di Sleman yang saat ini sudah mencapai 2.500 hektare. Pihaknya berupaya mendorong perbaikan kualitas produksi daripada menambah luas lahan. Caranya adalah meregenerasi pohon-pohon yang sudah tua.

Regenerasi pohon adalah cara terbaik meningkatkan produktivitas salak setelah dilarangnya perluasan lahan oleh pemerintah setempat
Regenerasi pohon adalah cara terbaik meningkatkan produktivitas salak setelah dilarangnya perluasan lahan oleh pemerintah setempat

Menjaga kestabilan lingkungan menjadi alasan pokok. Sudah ada fokus peruntukan lahan di wilayah Kabupaten Sleman. Lahan di wilayah Sleman bagian timur, seperti Depok, Kalasan hingga Prambanan dikhususkan untuk tanaman padi. Kemudian di tengah, seperti Kecamatan Turi, Pakem dan Tempel untuk tanaman salak.

Kebijakan tersebut dibuat sebagai upaya untuk menjaga daerah resapan air. Oleh karena itu, inovasi pembuatan varietas salak baru perlu dilakukan. Salah satu yang berhasil adalah salak madu probo, yang sudah didaftarkan ke Kementerian Pertanian untuk mendapatkan label hak paten.

Selain itu, sistem pertanian organik juga berperan dalam peningkatan produktivitas dan bernilai ekonomi tinggi. Kepada Harian Jogja (28 Desember 2016), Ketua Asosiasi Petani Salak Sleman Prima Sembada, Maryono, mengatakan bahwa ada permintaan 360 ton salak pondoh organik untuk diekspor ke pasar Eropa.

Untuk mencukupi permintaan tersebut, tersedia 40 hektare lahan salak pondoh organik, yang sudah tersertifikasi lembaga internasional: IMO Swiss dan Control Union. Sekitar 1.500 petani yang tergabung dalam 34 petani salak dipersiapkan untuk mencapai target permintaan tersebut.

Sistem organik yang diterapkan terletak pada proses pemupukan. Pupuk alami akan mempercepat proses produksi dan membuat buah lebih tahan lama. Petani hanya perlu mewaspadai satu ancaman besar: hama tikus.

Pintu awal wisata susur sungai Kaliadem di Pancoh
Pintu awal wisata susur sungai Kaliadem di Pancoh

 

Wisata Susur Sungai

Ternyata, Pancoh tak hanya tentang salak pondoh.

Setelah cukup puas menikmati kebun salak Harsono, Ngatijan dan Noto mengajak kembali ke dusun. Di sebuah pertigaan kampung, terdapat petunjuk dari kayu yang mengarahkan kami menuju wisata susur sungai.

Di barat kampung ini, mengalir sungai berair jernih. Jalan masuknya berada di belakang rumah dan pekarangan seorang warga. Kami menuruni jalan setapak yang tidak terlalu curam. Gemericik air sungai yang mengalir memang menggoda.

Pagi hari adalah saat paling tepat untuk melakukan kegiatan susur sungai di Pancoh
Pagi hari adalah saat paling tepat untuk melakukan kegiatan susur sungai di Pancoh

“Ini namanya sungai Kaliadem, hulunya dari lereng Merapi,” ujar Noto. Sungai ini menjadi pembatas wilayah dua kecamatan, Turi dan Pakem. “Jika ditelusuri ke bawah, aliran sungai ini nyambung ke Kali Winongo di kota,” tambahnya. Kali Winongo adalah salah satu sungai besar yang mengaliri kota Jogja, selain Gajahwong dan Code.

Arus Kaliadem tidak terlalu deras. Suasananya teduh. Sinar matahari terhalang vegetasi yang cukup rapat di pinggiran sungai selebar. Di titik yang tidak beriak, saya dapat melihat dengan jelas dasar sungai yang berbatu dan berpasir.

Kemasan wisata susur sungai ini sungguh sederhana. Kami hanya perlu berjalan perlahan, dengan kedalaman air seukuran betis hingga lutut. Menjaga keseimbangan karena arah kami melawan arus.

Embung buatan yang merupakan ujung dari kegiatan susur sungai
Embung buatan yang merupakan ujung dari kegiatan susur sungai

Jalur susur sungai yang kami tempuh berakhir di sebuah embung buatan. Di sekitar waduk ini banyak ditemui tanaman padi sawah dalam lahan berpetak-petak. Ketersediaan air akan menjaga keberlanjutan usahatani tanaman pangan tersebut.

Ada makna yang mendalam dari wisata susur sungai ini. Sungai harus dipelihara kebersihannya karena perannya yang penting, yaitu untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Dalam pandangan saya, wisata susur sungai adalah cara Pancoh untuk menanamkan pola pikir seperti itu kepada pengunjung.

Surthong, menimbulkan bunyi yang unik
Surthong, menimbulkan bunyi yang unik

 

Menjaga Pancoh Lestari

Pendampingan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memberi dampak signifikan terhadap pengembangan ekowisata di Pancoh. Bentuk pendampingannya antara lain mengidentifikasi potensi wisata, membentuk pengurus, hingga membuat paket wisata untuk dijual.

Selain wisata salak dan susur sungai, Pancoh juga memiliki sejumlah daya tarik wisata lainnya. Di bidang peternakan, Pancoh memiliki fasilitas kandang komunal dan puyuh. Di bidang hortikultura, selain salak, telah tersedia kebun daun potong, sayuran, dan stroberi. Pancoh juga memiliki lapangan luas dekat embung untuk kegiatan luar ruang dan berkemah.

Tak hanya ekowisata. Pancoh juga memiliki sajian wisata kesenian lewat kelompok karawitan Laras Madyo. Budaya rutin seperti nyadran lintas agama sejatinya menarik untuk diikuti.

Banyaknya daya tarik wisata di Pancoh tentu sekaligus menjadi tantangan. Bagaimana caranya agar tetap berkelanjutan. Saya teringat petuah-petuah Jawa yang terpampang di beberapa pagar kampung. Salah satu universitas negeri di Yogyakarta membuatnya sebagai bagian dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 2015.

Alam iki guru sejati. Urip iku saka pangeran, bali marang pangeran. Ajining sarira dumunung ing busana. 

Tentu, penyematan sejumlah petuah Jawa tersebut bukan tanpa maksud. Pancoh telah melabeli dirinya sebagai desa ekowisata. Desa di mana kita berkesempatan menyatu dengan alam. Wisata berwawasan lingkungan yang memberdayakan masyarakat. Barangkali para peserta KKN membuatnya sebagai pengingat.

Pengingat bagi para pegiat wisata agar tetap menjaga bentang alam yang “dititipkan” di Pancoh. Seperti slogan yang diteriakkan, lestari alamku, lestari desaku. Rukun resik, reja rezekine, rumesep budayane. Setentram suara surthong. (*)

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara
“Travel Blogger Eksplor Desa-Kampung Wisata Jogja Istimewa”
bertema #EksplorDeswitaJogja yang diprakarsai oleh
Forum Komunikasi (Forkom) Desa Wisata D. I. Yogyakarta
bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.

Referensi:
http://www.beritasatu.com/nasional/262551-pemkab-sleman-dorong-petani-salak-lakukan-inovasi.html
http://www.harianjogja.com/baca/2016/12/28/hasil-perkebunan-sleman-salak-pondoh-sleman-siap-masuk-pasar-eropa-779924

 

Tulisan bloger yang lain tentang #EksplorDeswitaJogja dapat dilihat di masing-masing blog berikut ini:

  1. Hannif Andy – insanwisata.com
  2. Nasirullah Sitam – nasirullahsitam.com
  3. Aya – cewealpukat.com
  4. Halim Santoso – jejakbocahilang.wordpress.com
  5. Rizka Nidy – missnidy.com
  6. Aji Sukma – lagilibur.com
  7. Dwi Susanti – relunglangit.com
  8. Alid Abdul – alidabdul.com

Untuk keperluan wisata di Desa Ekowisata Pancoh, Anda dapat menghubungi Ngatijan (081802652540) atau Menuk (081328002856)

Facebook: Desa Ekowisata Pancoh
Instagram: desaekowisatapancoh


Foto sampul:
Jalan utama di Desa Ekowisata Pancoh yang asri. Tampak di kejauhan Gunung Merapi, yang hanya berjarak kurang dari 10 kilometer dengan dusun sentra salak di Sleman ini.

53 tanggapan untuk “Menyatu dengan Alam di Desa Ekowisata Pancoh”

  1. Pas di sini entah habis berapa salak aku hahahhaha. Lumayan capek juga menyusuri sungai, tapi sampai ujung serunya bisa ketemu embung besar.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Sama Mas, pas njenengan gantian mandi sama Hannif malemnya di homestay, aku ngemil salak di ruang tamu abis solat hahaha. Susur sungai melawan arus memang lelah 😀

      Suka

  2. wah salak..jadi inget kebun paman saya mas di salatiga..punya kebun salak..cuma tak seluas ini

    Disukai oleh 1 orang

    1. Waaah enak kalau punya kebun sendiri hehehe. Di Lumajang juga banyak, tapi memang untuk sentra lebih mengenal Sleman.

      Suka

  3. Hihiih susur sungai kalau sejernih itu mah seru….

    Gak ada adegan gitu nyungsep ke pohon salak Mas? Ahaha

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, walau cukup lelah karena melawan arus. Haha. Hmmm, alhamdulillah belum terjadi mas… 😀

      Suka

  4. nikmat tuh salaknya, enak salak pondoh

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ya, di sinilah sentra salak Pondoh hehe

      Suka

  5. Tertarik dengan wisata SUSUR sungainya. Tapi fotonya kurang banyak Ki. Put some more gorgeous pictures dong.

    BTW, tadi liat foto cewek pake kaos orange. Ternyata Rizka hihihi. Ya ampun dunia sempit banget hihihi

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha, sudah, kalau mau foto-fotonya, DM aja hahahaha.

      Iyaaaaa. Nah, kenal 😀

      Suka

  6. Untuk wisata edukasi anak2 sd dan remaja pas bgt ya..kita ajari melestarikan alam sekitar, menjaga sungai yg jernih …keren ini,

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, sasarannya untuk anak sekolah sangat cocok, mengenalkan kepedulian alam sejak dini 🙂

      Suka

  7. Yang bikin betah di Pancoh itu udara dingin khas pegunungannya. Enak buat tidur seharian hehehe. Selain salak, sayuran di sana juga segar-segar seperti yang ditunjukkan pak Ngatijan di camp ground dekat embung. 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mas, 🙂

      Iya, itu bagian dari lahan edukasi juga bagi wisatawan. Semoga terawat ya 🙂

      Suka

  8. Yang susah lupa nya dari Pancoh ituu keramahan pemilik homestay :)) ramaaah ditambah kesejukan kala pagi di sana.

    Kebun salak, petak demi petak kolam ikan, gagahnya merapi, sungai yang jernih, yah sehari di sana begitu kurang.

    Semoga Pancoh tetap lestari alamku lestari desaku 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Betul sekali, adem deh di hati 🙂

      Satu bulan untuk satu desa deh ya Mbak? Hahahahaha. Amiin 🙂

      Suka

  9. Semasa di Jogja aku sering wira-wiri ke Tempel, bahkan kemudian ber-KTP sana. Pamanku punya kebun salak meski secuil. Tetangga kanan-kirinya juga bertanam salak. Jadi kalau mau ke rumah paman jauh tersebut sepeda motor musti melewati perkebunan salak. Sayangnya, kebun-kebun tersebut kemudian dibabat. Mungkin karena pohonnya sudah sangat tua, cuma tidak ditanami pohon salak baru. Sebagian ditanami rumput gajah, sedangkan punya paman dibiarkan jadi lahan kosong. Padahal salaknya enak banget.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Waah emane ya Mas kok gak ditanami salak lagi, padahal anjuran dinas pertanian disuruh tanam pohon baru. Karena potensi ekspornya sangat besar. Jauh lebih ekonomis daripada rumput gajah 😦

      Suka

  10. Wow kebun salak nya luas juga ya Mas dan petaninya pun banyak. Wah kalau berkunjung kesana mah pasti makan salak di kebun nya langsung ya..

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, beberapa pohon memang masih belum masak buah, tapi beberapa sudah. Tidak seluruhnya ditanam serentak, supaya mereka punya stok yang stand by buat dipetik keperluan wisata 🙂

      Suka

  11. kalau anak pertanian itu emang paham banyak ya. hehe.
    Keren, Mas Rif. bisa jadi tempat belajar untuk bisnis pertanian ke depan. Jadi inget saat kita ditunggu2 kedatangannya sama warga. Kita datang, acara baru benar2 dimulai. wkwk.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha, belum semuanya mas, ilmunya sangat luas, aku belum secuil dalam memahami. Dan hortikultura memang punya potensi ekonomi yang sangat besar.

      Hahahaha, salah kostum 😀

      Suka

  12. Jadi inget kebon salak samping rumah yg udh jadi rumah😖
    Pdhl dulu enak, bisa nyolongin salak tetangga🙊

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wahahahaha, gak nyolong kok, itu pemberian langit 😀

      Suka

  13. Sertifikasi IMO Swiss & Control Union itu sertifikasi untuk produk pertanian atau bgmn? Lalu durasi sertifikasi nya berapa tahun sam?

    Disukai oleh 1 orang

    1. Mohon maaf Mas, tidak ada informasi lebih lanjut dari narasumber. Tapi melihat referensi yang saya baca, itu semacam perusahaan yang memberikan penilaian quality assurance pada bisnis/usaha di bidang-bidang tertentu, misalnya pertanian, perikanan, kehutanan, tekstil dan sebagainya. Jadi semacam sertifikasi/akreditas supaya bisnisnya kredibel.

      Suka

      1. Nuwus info nya sam.
        oh ya, apa tersedia juga hasil olahan salak seperti kripik salak atau minuman sari salak di Poncoh? Penasaran.

        Disukai oleh 1 orang

      2. Untuk di Pancoh sendiri belum ada, tapi di sentra salak lainnya di Sleman sudah ada 🙂

        Suka

  14. (((((Surthong)))) wkwkwkkw aku agak geli pas dikasih tau nama alat itu. Kata bapaknya “itu krn bunyinya air mak suuurrr trs pas air tumpah, bambunya jatuh bunyi thong kayak kentongan” xixixi ada2 aja yah… 😂😂😂 tp desa ini sungguh syahdu… Masyarakatnya ramah2 bgt, yaampun jd merasa bersalah blm sempet nulis deswita ini 😦

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha, filosofi yang sederhana sebenarnya tapi ayem 😀 😀

      Iyaaa, ayoo nulis, engkok ben ditumbaske salak oleh humas 😀

      Suka

  15. salak pondoh sleman jadi keinget perjalanan bersama seorang teman yang mempunyai kampung disana dan ketika itu sedang panen banyak banyaknya sampe sampe pulang disuruh bawa salak pondok sekardus gede 😁😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wah enak dan kenyang itu ya hahaha.

      Suka

  16. waaa di samping pergolakan perkembangan hotel dan mall di jogja yang semakin banyak, ternyata di sleman juga sebenarnya udah diatur mengenai tata kelola lahan pertanian. keren lah.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Harusnya menyeluruh di Yogyakarta, supaya identitasnya tidak hilang.

      Disukai oleh 1 orang

  17. Konon katanya, kalo banyak pohon salak, banyak ular ya disekitarnya 😱😱😱

    Disukai oleh 1 orang

    1. Kalau ular sih gak bakal ngerusak salak, tikus yang merusak 😀

      Suka

  18. Beruntung saya lahir, hidup dan besar di desa. Jadi, sepertinya tidak asing dengan pemandangan di desa. Tinggal, mengeksplorasi saja dalam bentuk tulisan.

    Inspiratif, Mas? Salaknya ituh…

    Disukai oleh 1 orang

    1. Sama, harus banyak yang tahu tentang desa, karena desa itu sangat penting. Terima kasih sudah mampir 🙂

      Suka

  19. Endah Kurnia Wirawati Avatar
    Endah Kurnia Wirawati

    Wahh paling enak emang makan salak dari kebonnya langsung euy..

    Tp bukannya kebon salak banyak nyamuk yaa??

    Hehehehe.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, segar. Hahaha, mandi dulu saja 😀

      Suka

  20. Daerah tempat saya Kuliah Lapangan dulu ini mas 😀 tp dl belum dikembangkan seperti sekarang, asiknya kalo bangun pagi trus lari*.Udarane lumayan dingin…dl g kepikiran buat susur sungai wkkk

    Disukai oleh 1 orang

    1. Waah? Iya asik kalau pagi, sejuk dan tidurable hahahaha. Ayo balik lagi buat susur sungai hehe.

      Suka

  21. Seger banget susur sungai Kaliadem itu. Kalian diajak cobain nggak? atau cuma ditunjukkin aja?
    Kali Winongo itu deket rumahku, mas. Hehehe

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ya, kami susur sungai Mas, sampai ke ujung embung buatan hehe.

      Suka

  22. Abis makan salak main di sungai sejuk sueger banget. Btw baru tau juga salak punya musuh tikus, padahal pohonya serem gitu banyak duri2, kok tikus berani ya

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iyaaa hahaha. Hahaha, namanya juga hewan pengerat 😀

      Suka

  23. Aku juga selalu jatuh cinta sama desa ekowisata, jadi inspirasi nih. Bagus ya komitmen pemerintah Sleman nya untuk spesifikasi lahan wilayahnya. Jadinya ada kesatuan antara apa yg dilakukan warga sama pemerintah. Nice share ki, semoga next bs ngetrip bareng, hehe

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mbak, sebagai anak desa maka wajib mendukung desa wisata hahahaha. Ayoooo, ke manaaa :))))

      Suka

  24. ngelihat bisa metik salak pondok di kampung rumah kakek ….
    bisa sepuasnyaaaa …

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha, sampai kenyang ya 😀

      Suka

  25. Waaahhh…seru ya, Rifqy. Rasanya dengan pengalamanmu yang sudah blusukan kesana kemari untuk meresapi pesona wisata di banyak tempat, akan ada banyak pengetahuan yang bisa ditularkan ke masyarakat lokal bagaimana mengelola yang baik.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Syukurlah Mas, dengan teman-teman, kami niatkan gotong royong membantu desa wisata, setidaknya melalui tulisan ini 🙂

      Benar, semoga makin berkembang 🙂

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: