Foto-Foto Puncak B29 Lumajang

Seorang pria Tengger berbalut sarung dan mengenakan peci menikmati panorama Bromo

Hari Buruh, tiga tahun lalu. Mengawali bulan Mei di tahun 2014, saya bersama tiga orang teman ‘mendadak’ bersepeda motor ke Bukit B29, Desa Argosari, Senduro, Lumajang. Saat itu, punggungan bukit yang termasuk bagian dari tebing kaldera Bromo itu belum lama dibuka untuk wisata.

Dalam pos ini, saya menampilkan foto-foto selama kami berkemah di sana. Foto-foto yang dapat menjadi alasan, bahwa kami ingin kembali ke sana lain waktu. Menikmati alam, menikmati suasana hangat dan ramah di antara masyarakat suku Tengger Argosari. Menikmati Bromo dari sisi timur.

* * *

Puncak B29 Lumajang

Busthomy (kiri) dan Jeanni berfoto di muka gapura masuk Desa Argosari. Selain Ranu Pani, desa ini juga terhitung sebagai desa tertinggi di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kami saat itu berkendara hampir 6 jam dari kota Malang. Keterbatasan informasi rute saat itu, membuat kami terpaksa memutar lewat Lumajang.

Setibanya di Argosari, kami memilih menitipkan motor dan menyewa ojek (saat itu Rp 30.000 sekali jalan) untuk mengantar kami berempat ke puncak. Saat itu, jalan sepanjang kurang lebih 4 km masih belum sebagus saat ini. Masih tanah, licin kala hujan. Membonceng tukang ojek pun juga harus fokus. Harus berpegangan erat karena jalan yang tak beraturan. Tapi setibanya di atas, pemandangannya memberikan impresi yang menghapus lelah.

 

Puncak B29 Lumajang
Atas saran tukang ojek, kami mendirikan tenda di salah satu puncak bukit yang lebih tinggi. Ke arah utara dari tempat parkir. Saat itu hanya 2-3 tenda yang berdiri di sekitar tenda kami. Pintu tenda kami hadapkan ke arah timur, membelakangi Bromo.

 

Puncak B29 Lumajang

 

Menjelang petang, seberkas cahaya senja terlihat di garis cakrawala. Hawa dingin mulai menusuk kulit. Kami bergegas menyiapkan menu makan malam.

 

Puncak B29 Lumajang

Kala malam, bintang-bintang mulai terlihat. Bertaburan. Di barat laut, terlihat kerlip cahaya lampu yang merupakan permukiman Desa Cemoro Lawang, Sukapura, Probolinggo. Lalu kerlip cahaya di pucuk bukit di kejauhan, adalah Pananjakan 1. Salah satu tempat terbaik menyaksikan matahari terbit di kawasan Bromo.

 

Puncak B29 Lumajang

 

Kata mayoritas pendaki gunung, lebih nyaman tidur beralas matras di bawah jutaan bintang, daripada kasur empuk di hotel bintang lima. Kami merasakan kenikmatan dan sensasi luar biasa saat itu. Kalau saja tempat ini tak jauh dari rumah, mungkin saya lebih memilih begadang menyaksikan bintang.

* * *

Puncak B29 Lumajang

Pagi yang dinanti pun tiba. Kami bergegas salat Subuh. Tapi sebelumnya, kami dibuat terpana saat membuka pintu tenda. Siluet Gunung Lemongan dan Gunung Argopuro menjadi pemanis pertunjukan khas fajar saat itu. Angin subuh memang bikin menggigil, tapi tak menggoyahkan kekaguman melihat pemandangan seindah ini.

 

Puncak B29 Lumajang

 

Membalikkan badan ke arah barat. Terlihat kepulan asap dari kawah Bromo. Saat itu Bromo sedang berstatus ‘Waspada’, sehingga wisatawan dilarang naik dan mendekati kawah. Di kejauhan, tampak Gunung Arjuno dan Gunung Welirang seperti berdampingan. Mengapit Gunung Kembar I dan II. Kabut tipis juga masih melayang di lautan pasir kaldera purba Bromo.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Mengedarkan pandangan ke arah selatan. Tampak Gunung Semeru dengan puncaknya yang khas. Bergurat. Berlumur pasir dan batu, juga sesekali terbatuk menyemburkan asap dari kawah Jonggring Saloka. Kami seolah nyaris setinggi Semeru. Ketinggian lokasi tempat kami berdiri, diperkirakan sekitar 2.900 meter dari permukaan laut (mdpl). Setinggi kawasan Arcopodo sebelum puncak Semeru. Dan lebih tinggi dari Bromo (sekitar 2.100 mdpl). Karenanya, diduga  dari sana nama B29 berasal.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Setelah pagi mulai terang, kami berempat turun ke tempat parkir. Kami melihat di sana sedang banyak orang berkumpul. Ternyata, sedang ada upacara atau hajatan kecil. Warga sekitar menyebutnya sebagai ujar-ujar. 

 

 

Puncak B29 Lumajang

Saat itu ada warga yang mengadakan hajatan dan mengundang warga. Lewat ujar-ujar, ini semacam persembahan dari seseorang yang diikuti oleh orang banyak. Di tempat ini pemujaan, warga menempatkan sesajinya masing-masing.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Sepertinya, dengan kompak warga pun berbagi tugas. Seperti ini. seorang warga menyembelih anak kambing sebagai kurban dan bagian dari upacara.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Sebagian warga yang lain menyiapkan perapian. Gunanya untuk memanggang hasil kurban yang nantinya dinikmati bersama-sama.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Di sini, warga tumplek blek. Menyatu dengan wisatawan. Tanpa sekat. Saling mengobrol santai, sembari menikmati pagi yang cerah.

* * *

Puncak B29 Lumajang

Matahari sudah meninggi. Tapi kabut-kabut tipis masih melayang di kaki Lemongan dan Argopuro. Cahayanya yang keemasan juga menerangi lahan sayur warga yang terjal.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Kami kembali ke tenda. Bergegas menyiapkan sarapan ringan dan berkemas. Kami tidak ingin terlalu sore tiba di Malang kembali.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Ketika hendak berkemas, banyak warga sedang berkumpul di sekitar tenda kami. Selain menikmati pemandangan yang mereka temui sehari-hari, mereka juga tengah berdiskusi. Isinya terkait pengembangan wisata B29. Wacana pavingisasi jalur dan pengadaan fasilitas umum lainnya adalah bahasan diskusi yang sempat saya dengar.

 

 

Puncak B29 Lumajang

Sekitar pukul 09.00, kami mulai turun meninggalkan puncak B29. Untuk pengalaman yang berbeda, kami memilih berjalan kaki untuk kembali ke desa. Menuruni jalan sejauh 4 km membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Sosok Semeru yang ‘tersembunyi’ di balik bukit berladang seolah menjadi penyemangat. Karena, masih sekitar 4,5 jam lagi yang kami tempuh untuk kembali ke Malang. Dua pekan setelah dari B29 kala itu, saya bersama Busthomy langsung mendaki Semeru. Saya menuliskan cerita pendakiannya di sini.

* * *

Kini, kabarnya Puncak B29 sudah berkembang pesat. Kadang hal itu berbanding lurus dengan kekhawatiran kami soal sampah. Saat kami ke sana, sampah dapat dihitung dengan jari. Kini dengan masifnya media sosial dan minat wisata, saya berharap hal itu bisa berimbang dengan kebersihan yang tetap terjaga.

Kami berharap, semoga baik warga maupun wisatawan memiliki kesadaran tentang menjaga kebersihan dan kelestarian alam. Tak berlebihan jika banyak orang bilang, kelestarian alam itu juga demi anak cucu. Jadi, kapan ke B29? (*)


Foto sampul:
Seorang pria Tengger berbalut sarung dan mengenakan peci menikmati panorama Bromo

46 tanggapan untuk “Foto-Foto Puncak B29 Lumajang”

  1. Masqy mah, tiap foto selalu bagussssssss

    Disukai oleh 2 orang

    1. Ah, cuacanya pas bersahabat kok Mbak, 🙂

      Suka

  2. MasyaAllah bagusnyaaa xDDD
    salah satu yang paling disuka kalau ke B29 itu ya Semeru yang nongol kecil tapi fantastis jauh di sana itu.
    Beberapa kali kesini gak pernah bikin bosan dan selalu berdecak kagum.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iyaaa, Semeru melambai-lambai hahaha. Waduh, sudah beberapa kali ke sana ya? Saya baru sekali wkwkwk

      Suka

    1. Sek, ndelok kalender karo saldo 😀

      Suka

      1. Aku diajak pooo 😦 jangan anak tirikan aku mas wakakakaka -Lidia

        Disukai oleh 1 orang

        1. Wakakakakak, kowe mesti sak paket karo Jun hahaha

          Suka

  3. Fotonya juaraaa… selalu paripurna *-*
    Btw, kirain nama B29 berasal dari nama sabun colek jaman dulu, ternyata begitu 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Paripurna iku nama orang mbak 😐

      HAhaha, saya dulu awalnya diajak juga mikir gitu wkwkwk.

      Suka

  4. Budal…
    Kayake menarik kalau ke sini daripada ke Semeru *eh hahahahaha. Penting kan main dan menikmati suasana alam 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ladub ta? Kapan? 😛

      Iyaaa, sama berinteraksi sama orang Tengger 🙂

      Suka

  5. Aku sangat menikmati foto-foto di seri ini Qy. Tapi sekaligus aku punya kekhawatiran yang sama, seperti yang dirimu tulis di paragraf kedua terakhir. Selalu hal itu menjadi masalah yang dilematis ya? Tingkat kunjungan naik, tapi sampah dan masalah sosial muncul dan bertambah.

    Btw, ada yang unik dari salah satu fotomu: Seorang ibu berjilbab yang memberikan sesaji 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya Mas. Coba berselancar di internet, cari kata kunci antara kondom dan B29 😦

      Iya Mas, di sana jilbab tidak selalu berkolerasi dengan agama/keyakinan. Hehe.

      Suka

  6. Hendi Setiyanto Avatar
    Hendi Setiyanto

    komenku idem dengan mas Bartz….heheheh

    Disukai oleh 1 orang

    1. Idem pula balasannya ya heehehehe

      Disukai oleh 1 orang

  7. Kpn aku dijak mototan mrene? Ahhhh pingin kamping disini

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha, dibahas sesok bae di Tidore hahaha 😀

      Suka

  8. Idem juga dengan Bartian, hehe. Semoga semakin berkembang, semakin peraturan ditegakkan ya 🙂

    Foto-fotonya gilaaaaaakkk tsakep paraaahhh. Bikin kangen mendaki-daki ucul. Sunset-nya, gunungnya, langitnya, kabutnya, bintangnya, tangkapanmu sempurna masbro!

    Disukai oleh 1 orang

    1. Amin, Mas 🙂

      Kami bersyukur saat itu cuaca bersahabat. Meski sempat melihat kilatan petir di kejauhan, syukurlah tak sampai ke B29 saat itu 🙂

      Suka

      1. Walah serem banget kalo ada petir 😦

        Disukai oleh 1 orang

        1. Wkwkwk di kejauhaaan koook 😀

          Suka

  9. Romantis. Dalem. Indah. Kekhawatiranmu benar. Waktu aku ksana (2015) udah kumuh mas.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Nah! Makanya pengen ke sana memastikan semuanya hahaha.

      Suka

  10. aku belom kesampaian ke bromo, meski beberapa kali ke jatim mas. pesonanya memang gak ngebosenin ya, selalu ingin kembali

    Disukai oleh 1 orang

    1. Kunjungan berikutnya, cobalah mampir ke kawasan Bromo, dari sisi mana pun 🙂

      Suka

    2. aku juga belum Jo. Kalo ada rencana ke sana barkabar lah ya 😀

      Disukai oleh 1 orang

  11. Pengen kesini banget, tapi cuaca jawa timur lagi labil gini euy. Kalau kesana pas hujan dapat fotonya nanti juga kurang maksimal. begitu kemarau tiba, bakal langsung cus kesini pake sepeda motor dari rumah deh 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iyaa mas, lumrahlah hahahaha. Gak usah mikir bakal dapat foto gimana2, yang penting jalan dulu, dinikmati, nanti bakal ketemu juga foto yang bercerita 🙂

      kalau kemarau memang jarang hujan, tapi lebih dingin wkwkwkwk.

      Suka

  12. huaaaaah, belum ke B29, cakep banget, hijau biru bersatu padu, oke next destination

    Suka

  13. aku denger nama gunungnya kok jd inget sabun cuci yaa 😀 Tapii, yg penting pemandangannya yahuuuud ya mas.. gila cakep parah :D.. moga2 nanti aku bisa kuat untuk mendaki gunung begini… mau ngelatih fisik dulu… 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Saya dulu juga gitu mikirnya hahaha. Ternyata akronim ketinggian. Alhamduluillah cerah saat itu, warga juga ada hajatan hehe. Wkwkwkwk, ke B29 sebenarnya bisa pake ojeeeek hahaha

      Suka

  14. Foto covernya hits kang, itu ngambilnya jam berapa yah?

    Disukai oleh 1 orang

    1. Pagi Mas, antara jam 6-7 pagi hehehe. Waktu itu warga Tengger lagi ada hajatan jadi muncak semua.

      Suka

  15. belum juga kesampean ke sini. selalu karena kesorean kebanyakan foto2 -_-

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha, dikurangi dulu foto-fotonya, biar menikmati lebih perjalanannya 😀

      Suka

  16. ini tulisan kok yo kece banget ya cara penulisannya. you just got a new fanatic! Salam kenal mas, tulisanmu bikin saya ingat masa muda saat mendaki Bromo 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Haloo Mbak, salam kenal, terima kasih sudah mampir 🙂

      Bersyukur saat itu cuaca cerah, sehingga memudahkan saya dan teman-teman memotret tanpa harus banyak setting hehehe. Semoga kapan-kapan kita bisa mendaki bareng 😀

      Suka

  17. Karena nggak pernah mendaki gunung, saya selalu suka menikmati tulisan perjalanan kayak gini apalagi menyuguhkan foto-foto yang bikin iri setengah mati *halah
    Foto milky way, sunrise itu paling senang saya lihat untuk cerita yang lagi melakukan pendakian gunung.

    Salam kenal mas dari sama-sama yang punya domain nama pelangi *lol 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha, memang itulah hal yang paling banyak dicari saat mendaki gunung, selain ketenangan dan kedamaian yang saat ini mungkin agak langka hehehe.

      Salam kenal dan salam pelangi, Mbak wkwkwkwk 😀

      Suka

  18. Mas rifqy, foto2mu selalu bikin hati bergetar!

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ah! Bisa saja hahaha. Makasih ya Mbak, kapan main bareng 🙂

      Suka

  19. Salah satu tempat terbaik untuk menikmati sunrise, keindahan bromo dan sekitarnya. Jalan yang harus dilalui untuk sampai dilokasi ini cukup terjal, anda bisa menggunakan motor pribadi untuk bisa sampai ke puncak. Atau jika dirasa khawatir dengan jalanan nya anda bisa menggunakan jasa ojek penduduk lokal. Untuk tarif berkisar 50 ribu untuk sekali jalan dan 75 ribu untuk pulang pergi, pintar2 nego saja.

    Waktu terbaik untuk ke tempat ini bisa sore atau pagi hari. Dijamin mata anda akan di manjakan oleh pemandangan alam yg luar biasa.

    Suka

  20. Kalo mau kesini baiknya diusahakan sampai parkir jam 4 subuh atau jam 3 sore. Karena golden hour nya ada di waktu subuh atau sore saat matahari terbenam.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.