Stop! Stop! Stop!
Raungan mesin ketiga jip berjenis 4 wheel drive atau berpenggerak empat roda itu berhenti. Itu seiring ketika Arif dan Taufiq, yang masing-masing mengemudikan jip putih dan merah, saling bersahutan memberi aba-aba berhenti. Ketika, ban kanan depan jip hijau yang berada di antara keduanya tersangkut di antara batu-batu penyangga di tepi Kali Oyo.
Fian, pengemudi jip hijau yang saya dan Rizka tumpangi, dengan sigap memindahkan kedua tuas persneling ke gigi satu dan mematikan mesin. Kami pun turun. Hujan semalam sedikit membuat batu-batu penyangga jalur jip yang akan turun ke sungai sedikit renggang.
Tanpa banyak menunggu, dengan gesit mereka bertiga menerapkan langkah darurat.
* * *

Sekretariat Dewa Bejo Perintis Gua Pindul.
Tulisan tersebut terpampang jelas dalam spanduk yang tergantung di sekretariat Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Bejiharjo (Pokdarwis Dewa Bejo). Satu di antara ratusan pokdarwis yang ada di Yogyakarta. Desa yang menyabet peringkat 1 sebagai desa wisata terbaik nasional pada tahun 2012.
Tentu, pernyataan dalam spanduk tersebut memiliki makna penting. Utamanya dalam memberikan pesan sekaligus informasi bagi wisatawan.
Dan pernyataan tersebut tidak asal tertulis. Ada sejarah panjang yang melatarbelakanginya.
Berdirinya bangunan sekretariat Pokdarwis Dewa Bejo di Gelaran 1, Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, adalah buah dari jasa Subagyo. Ketua Pokdarwis Dewa Bejo tersebut adalah perintis pembukaan gua Pindul pada 2010. Dari gua yang awalnya langganan tempat sampah, kini menjadi tujuan utama wisata susur gua di Yogyakarta.
Jerih payah Subagyo menuai hasil. Selain perekonomian masyarakat setempat meningkat, ia juga kerap dipanggil ke pusat –Kementerian Pariwisata RI– terkait pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata. Pada tahun 2012 dan 2013, Desa Wisata Bejiharjo diguyur bantuan dana lewat program PNPM Mandiri Pariwisata. Peruntukan dana tersebut adalah untuk keperluan pelatihan pemandu wisata, pengelolaan homestay, pengadaan peralatan arung jeram, operasional program, dan lain-lain.
Dalam perjalanan waktu, hukum ekonomi pasar berlaku. Muncul operator-operator baru menjual paket wisata yang sama. Namun tak seperti yang lain, Dewa Bejo memilih untuk tidak ikut perang harga. Untuk alasan keamanan dan prosedur keselamatan saat susur gua, tak boleh dikorbankan untuk menggaet wisatawan dengan iming-iming harga murah.
Salah satu cara untuk menghadapi fenomena tersebut adalah dengan inovasi. Tanpa mengesampingkan susur Gua Pindul sebagai paket wisata andalan, Dewa Bejo melengkapinya dengan meluncurkan wisata offroad.

Kali Oyo dan hutan di tepiannya, tak jauh dari pemukiman Dusun Bulu, Bejiharjo, menjadi pilihan rute offroad. Mengapa di kawasan Kali Oyo? Bukan di sekitar Pindul? Arif Sulistyo (29 tahun), koordinator pengelola wisata offroad Dewa Bejo, mengklarifikasi hal ini. “Di hutan Pindul itu ada lahan milik Perhutani, jadi dilarang. Makanya geser ke Kali Oyo.”
Wisata pemacu adrenalin itu diluncurkan belum lama ini, yaitu pada 18 Desember 2016. Meskipun baru diluncurkan, tapi sudah cukup banyak menarik minat wisatawan. Inovasi wisata ini cukup ampuh untuk memecah konsentrasi wisatawan yang selama ini terlalu terpusat di Gua Pindul dan gua-gua sekitarnya.
Armada yang siap sedia (stand by) di garasi Dewa Bejo ada lima buah jip. Namun, tidak perlu khawatir jika ada rombongan wisatawan yang datang dalam jumlah banyak. “Kami masih ada 30 jip yang siap dipakai sesuai permintaan,” kata bapak satu anak itu. Arif mematok tarif Rp 400.000 per jip, yang kapasitasnya maksimal empat orang. “Kami juga menyediakan penjemputan tamu ke kota Jogja, tentu dengan dengan tambahan biaya.”
Sebagai tambahan paket, apabila terlalu sibuk keasyikan merasakan guncangan offroad, Dewa Bejo siap menyediakan fotografer professional untuk kebutuhan dokumentasi. Sesuai yang tercantum dalam situs resmi Dewa Bejo (www.desawisatabejiharjo.net), ada tambahan Rp 150.000 per armada untuk buah tangan berupa foto-foto seru.
* * *
Tidak usah mandi.
Ajakan itu bergaung di pagi yang hangat di Bejiharjo. Diikuti sebagian teman bloger yang sama-sama menginap di homestay Pendopo Bejo. Saya merasa tidak perlu menyebutkan siapa yang tidak mandi, dan juga siapa tiga orang di antara sembilan yang tetap mandi.
Nanti juga kotor-kotoran.
Dalih di atas menguatkan. Saya bahkan hanya cuci muka dan sikat gigi untuk menikmati wisata offroad.
Keseruan itu sudah dimulai sejak kami menaiki jip. Kuncinya adalah berpegangan erat pada apa pun dan siap berkotor ria.

Ketika melewati Dusun Bulu pun, warga yang melihat polah kami begitu ramah dan lebar senyum mereka. Bahkan sebagian ikut membalas sapaan saya dengan lambaian tangan. Kami ibarat iring-iringan pejabat yang blusukan menyapa rakyatnya. Rizka, dalam blognya mengatakan bahwa dirinya ibarat ajudan pejabat –dalam hal ini saya– yang sedang kampanye.
Saya tidak terlalu fokus menghitung berapa lama konvoi jip ini melaju. Di jip hijau yang dikemudikan oleh Fian ini, kami bertiga (saya, Rizka, dan Aji) berusaha sekuat tenaga mendokumentasikan perjalanan. Baik berupa foto dan video. Ketika Fian berseru untuk mengamankan kamera dan berpegangan yang kuat, itu tandanya kami harus bersiap. Siap terguncang, terkoyak, dan hasilnya linu di sekujur tubuh karena terantuk rangka besi jip.
Tapi, memang di situlah keseruan wisata offroad. Tidak kotor, tidak seru. Tidak linu, tidak seru.
Di ujung kampung, kami memasuki pintu hutan yang didominasi jati dan tegalan. Jalan aspal berubah menjadi makadam, yang di banyak titik berubah menjadi kubangan lumpur.
Kami merasakan hentakan hebat ketika jip memasuki kubangan cukup dalam sebanyak dua putaran, lalu terciprat lumpur basah ketika naik dari kubangan. Wajah sang juru kemudi hanya senyum-senyum lebar saja, tanda sukses membikin tegang penumpangnya.

Tidak berhenti di sana. Arif dan kawan-kawan dengan sengaja ‘menciptakan’ kelokan tak beraturan. Hasilnya lagi-lagi sukses dan sama: cipratan lumpur yang melekat di tubuh dan pakaian kami.
Sekali lagi, memang begitulah serunya. Ketidakberaturanlah yang membuat kegiatan offroad ini berlangsung seru. Yang penting, tetap fokus untuk selalu berpegangan erat pada rangka jip.
Saya yakin teman bloger di kedua jip yang lain merasakan hal yang sama. Alid dan Aya yang berdiri di belakang juru kemudi Taufiq, tak henti berteriak sepanjang guncangan. Sementara Halim terlihat cukup tenang, walau mungkin berdebar dalam hati. Senyum dan tawa lebar juga mengembang di mulut Hannif dan Dwi, yang semobil dengan Sitam di jip yang dikemudikan Arif.
Satu hal lagi yang kami sepakati. Rasa kenyang hasil sarapan ringan saat brifing sebelum offroad di sekretariat Dewa Bejo, hilang tak berbekas ditelan tawa dan teriakan ketegangan.
* * *

Tak perlu waktu lama, mereka bertiga sigap di posisi masing-masing. Dengan cepat, Fian memasangkan masing-masing strap ke kedua jip yang dikemudikan oleh Arif dan Taufiq. Kedua tali pipih yang mampu menarik beban hingga 4 ton tersebut terikat pada jip hijau.
Hanya dengan sekali komando dan aba-aba, tarikan gas dari jip putih dan merah ke arah berlawanan berhasil menarik jip hijau itu dari jepitan batu dan tanah labil. Sementara Fian menggulung tali, Arif dan Taufiq putar balik ke arah yang sama. Ke arah sungai. Kami bersiap memasuki sesi akhir dari kegiatan ini: memasuki Kali Oyo. Ini ibarat melihat sisi lain Gunungkidul.
Saya sendiri sempat tertipu dengan aliran Kali Oyo yang coklat itu. Saya ibarat menebak hati dan pikiran seseorang yang sebenarnya bisa salah sangka.
Suara teriakan tanda keseruan dan ketegangan menikmati guncangan jip kembali terdengar ketika satu per satu jip memasuki Kali Oyo. Begini rasanya terciprat air sungai.
Durasi selama susur sungai juga tidak terlalu lama, dan seperti biasa, diakhiri sesi foto. Tapi, tetap saja. Memasuki sungai berarus cukup kencang itu sanggup membuat jantung saya agak berdebar. Saya harus berhati-hati ketika ingin memotret ketiga jip yang berjejer di atas sungai.
Meskipun hanya sedalam setengah ban, atau sedalam lutut, kami tetap berhati-hati. Saya berjalan dengan langkah sangat perlahan sembari memastikan pijakan saya mantap.
Ketika sesi foto sudah dirasa cukup, kami bergegas kembali ke jip. “Sudah? Kita naik lagi ya,” seru Arif kepada rombongan. Kami tidak berani melaju lebih jauh ke arah asal arus, karena semakin dalam.
Arif dan kawan-kawan kembali sukses membuat kami berteriak, ketika mereka melajukan jip ‘mentas’ dari sungai. Tubir sungai yang berlumut dan licin berhasil dilibas tanpa kendala.
* * *

Dengan rute yang terbilang pendek (durasi rata-rata 1,5-2 jam sepanjang 10-12 kilometer) itu, cipratan lumpur saja sudah sukses menempel di baju dan celana kami. Sebagian teman yang mengenakan pakaian berwarna putih, jejak lumpur akan melekat erat dan susah hilang; yang mungkin akan dikenang.
Apalagi jika rutenya lebih panjang dan menantang. Seakan membaca pikiran saya, Dewa Bejo berancang-ancang melebarkan sayap.
“Kami sedang berencana membuka trek baru. Trek panjang di kawasan gunung api purba Nglanggeran,” ujar Arif, yang juga menjabat sebagai kepala divisi promosi di Dewa Bejo, lewat pesan singkat. Saat ini, rencana tersebut masih dalam tahap koordinasi dengan pihak pengelola ekowisata Nglanggeran.
Saya menganggap itu sebagai kode dan tantangan, apakah kita siap lebih berkotor-kotor untuk menikmati rute offroad lebih panjang? Harap bersabar. Yang jelas; Subagyo, Arif, dan Dewa Bejo punya jawabannya. (*)
* * *
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara “Travel Blogger Eksplor Desa-Kampung Wisata Jogja Istimewa” bertema #EksplorDeswitaJogja yang diprakarsai oleh Forum Komunikasi (Forkom) Desa Wisata D.I. Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tulisan bloger yang lain tentang #EksplorDeswitaJogja:
- Hannif Andy: Bersafari ke Desa Wisata Nglanggeran http://insanwisata.com/bersafari-ke-desa-wisata-nglanggeran/
- Nasirullah Sitam: Semburat Senja di Embung Nglanggeran, Gunungkidul http://www.nasirullahsitam.com/2017/03/semburat-senja-di-embung-nglanggeran-gunungkidul.html
- Aya: Offroad Pindul, Wisata yang memacu Adrenalin di Jogja http://www.cewealpukat.com/2017/03/weekendtraveling-off-road-pindul-wisata.html
- Halim Santoso: Ketika Hati Terlanjur Terpikat dengan Desa Wisata https://jejakbocahilang.wordpress.com/2017/03/06/ketika-hati-terlanjur-terpikat-dengan-desa-wisata/
- Rizka Nidy: Keseruan Offroad di Desa Bejiharjo Gunungkidul http://www.missnidy.com/2017/03/off-road-desa-bejiharjo-goa-pindul-gunung-kidul.html
- Aji Sukma: Offroad Desa Wisata Bejiharjo, Wisata Seru di Gunungkidul http://www.lagilibur.com/2017/03/off-road-desa-wisata-bejiharjo-wisata.html?m=1
- Dwi Susanti: Mencicipi Guncangan Kebahagiaan Offroad Jip Pindul http://dwitff.blogspot.co.id/2017/03/mencicipi-guncangan-kebahagiaan-offroad-jip-pindul.html
- Alid Abdul: Bertemu Sang Empu-nya Keris https://www.alidabdul.com/bertemu-sang-empu-nya-keris/
Referensi data diambil dari wawancara dengan Arif Sulistyo dan situs resmi Dewa Bejo di http://www.desawisatabejiharjo.net. Untuk keperluan wisata susur Gua Pindul, offroad Kali Oyo, atau wisata sekitar Gunungkidul silakan menghubungi Arif Sulistyo di 0857-4197-3511.
Tinggalkan Balasan