Tulisan dan foto oleh:
Fissabil Adam
Foto sampul:
Suasana waduk Gondang, wisata andalan kota Lamongan
Sebagian orang bilang bahwa tempat yang tenang ialah tempat yang jauh dari keramaian. Memang benar seperti itu nyatanya.
Ada pula yang berpedapat, tempat tenang bisa didapatkan di pegunungan. Sesekali kabut tipis menghiasi cakrawala dengan udara sejuk, menelusup rongga pernapasan.
Sebagian pula berpendapat bahwa ketenangan berarti pantai berpasir putih dan debur ombak. Perpaduan biru langit dengan hijaunya nyiur berjajar di tepian. Menyejukkan mata.
Dari pegunungan sampai lautan semua ada di negeri ini. Negeri ajaib yang katanya tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Tapi, tak selalu harus ke tempat-tempat demikian untuk mencari sebuah ketenangan. Aku ingin mengajakmu. Sedikit beranjak dari riuh perkotaan. Ke tepian sebuah waduk di pinggiran kota Lamongan. Tertarik?
Mungkin sebagian dari Anda sedikit mengernyitkan dahi. Memang Lamongan tak memiliki pegunungan nan elok. Atau pasir putih dengan laut biru yang menawan. Tapi, percayalah. Tanpa semua itu, Lamongan masih menyimpan banyak kesederhanaan juga ketenangan di pedesaan.
* * *

Waduk Gondang, begitulah masyarakat menyebutnya. Terletak di desa Gondang, Kabupaten Lamongan.
Waduk ini bisa didatangi setiap saat. Tentu dengan kondisi yang berbeda. Tergantung cuaca. Kala siang, matahari bisa sangat terik menyengat ubun-ubun. Kadang bila mendung, matahari bisa sangat jarang ditemui. Tertutup awan mendung.
Tapi cobalah datang ke waduk Gondang kala pagi hari. Saat matahari belum sepenuhnya menampakkan diri. Bangunlah lebih awal mendahului matahari, untuk datang ke tempat ini.
Suasana pagi akan didapat, bersamaan dengan nelayan pencari ikan. Mereka biasa mendayung sampan perlahan. Dari kejauhan pula, saat cerah, terlihat samar Gunung Penanggungan berdiri kokoh mencakar cakrawala. Matahari mulai sedikit demi sedikit meniti ufuk timur. Memberi bias cahaya kuning berbalut warna kebiruan langit pagi.
“Wooeeee…!” , teriak sekumpulan anak kecil. Mereka mulai berlari kegirangan. Tak sabar menceburkan diri di pinggiran waduk. Riang. Tanpa beban. Saling berlarian, melompat, dan… Byur!

Kecipak air waduk muncrat ke permukaan. Terdengar jelas teriakan tanda semangat berenang dari mereka. Sungguh beruntung mereka yang tinggal di sekitar sini. Masih bisa menyatu dengan lingkungan. Menyatu dengan dinginnya air waduk, tanpa kepikiran dengan gebyar ponsel pintar.
Damai rasanya, bisa melihat mereka senang dan tertawa. Bahagia pula bisa melihat teriakan polos dari mulut mereka.
Adapun nelayan yang sedari tadi menjaring harapan, tampak sibuk dengan hasil tangkapan yang tak seberapa. Dengan tenang dan telaten, para nelayan itu menghitung hasil tangkapan ikan.
Tak terelakkan, keceriaan anak kecil dan aktivitas nelayan, membuatku makin betah berlama-lama di sini. Suasana nyaman, tenang dan damai. Sekalipun waduk ini berada di pinggir jalan utama, tapi nuansa pedesaan dan ketenangan bisa didapatkan. Sungguh, sebuah keputusan yang sulit. Apabila harus segera pulang dan meninggalkan tempat ini.
Di tengah menikmati ketenangan, tiba-tiba terdengar suara yang memecah keheningan waduk. Brak! Brak! Brak! Kuperhatikan seksama, tak ada pohon yang tumbang atau kayu yang dipukulkan.
Brak! Brak! Brak!
* * *

Sekali lagi suara berisik itu sangat mengusik. Tak lama kemudian, terasa sebuah pukulan pada pundak belakangku. Disertai teriakkan yang memekakkan telinga, “Hei, tidur terus! Waktunya istirahat, tuh!” Lalu terdengar tawa bersahutan.
Ternyata suara keras dan berisik tadi adalah suara dari teman-teman sekelas. Ah! Rupanya sedari tadi aku tertidur pulas di dalam kelas. Keceriaan anak dan nelayan pencari ikan di waduk Gondang hanyalah mimpi. Mimpi yang menyapa dalam lelapku, membawaku terlempar pada masa libur kuliah. Tepat sebulan lalu, saat akhir pekan.
Teriakan teman sekelasku membuyarkan mimpi. Walau waktu baru berlalu sebulan, tampaknya hati mulai rindu dengan Lamongan. Kota kecil penuh rasa kekeluargaan dan eratnya persaudaraan.
Kumelangkah berjalan keluar dari kelas dengan sedikit gontai. “Menggenapkan” nyawa. Setengah sadar, kumelewati tingginya dinding gedung perkuliahan. Seraya hati berkata, Lamongan, ku akan kembali datang menjemput kerinduan. (*)
Fissabil Adam dapat dihubungi lewat social media di Facebook, Instagram, atau Twitter.
Tertarik menuliskan cerita perjalanan dan dimuat di blog sederhana ini? Jangan ragu, kirimkan tulisan kawan ke email rifqyfaizarahman@gmail.com. Untuk ketentuan tulisan dapat dibaca di laman Guest Post.
Tinggalkan Balasan