Barangkali ini adalah suara hutan, suara alam. Mewakili suara Tuhan.
Diciptakan-Nya alam dan seisinya begitu seimbang
Diciptakan-Nya udara dengan bermacam-macam kandungan.
Diciptakan-Nya hutan penuh pepohonan dan tanaman-tanaman beraneka macam.
Tempat oksigen dan karbondioksida hilir mudik,
mengalir bebas tanpa segan.
Hutan adalah sebuah komunitas yang bertuankan pada Tuhan.
Hutan adalah rumah bagi yang merasa nyaman bersemayam.
Hutan adalah sekumpulan pohon dan tanaman yang berdampingan.
Sekumpulan pohon dan tanaman yang menjadi harapan bagi makhluk fana yang bernapas.
Mereka, dianugerahi Ilahi kemampuan untuk itu.
Pohon-pohon dan tanaman itu, tak pernah pilih kasih berbagi udara bersih.
Hutan adalah komunitas yang memasrahkan perlindungan kepada Tuhan, Dzat yang mereka percaya dan imani.
Hutan adalah induk semang bagi satwa yang bermukim,
bagi satwa yang berjuang merawat kodrat,
bagi satwa yang tidur beralas bumi beratap langit.
Seberapa besarkah kepasrahan hutan kepada Tuhannya?
Tatkala mereka terpanggang dalam bara api?
tatkala mereka terpenggal dalam senjata tukang jagal: sebut saja manusia berotak vandal? Manusia bernafsu begal?
Seberapa besarkah kecemasan satwa yang bersemayam kepada hutan yang menjadi rumahnya?
Tatkala pepohonan sudah botak tak berambut?
Tatkala paru-paru dunia telanjur porak-poranda?
Salahkah orangutan mencari rumah baru, ketika ‘kampung halaman’-nya binasa?
Salahkah gajah berkelana mencari makan, ketika kediamannya musnah?
Salah apa mereka dianggap hama oleh manusia?
Salah siapa hutan beralih fungsi menjadi lahan dan pemukiman?
Siapa suruh?
Hei!
Mereka tak punya modal berlimpah layaknya politikus untuk merebut simpati.
Mereka tak punya akta tanah yang harus diperjuangkan di pengadilan. Eh, sebegitunya kah, sebegitu termarjinalkannya satwa dan hutan yang menghangatkannya?
Duhai, tak sadarkah kita?
Menumbangkan satu pohon, berarti juga mencekik dua makhluk yang serumpun dengan penebang itu.
Jangan-jangan, kita punya teman penebang yang hendak membunuh kita secara perlahan dari kejauhan?
Sesungguhnya, kita, manusia, mesti iri kepada satwa-satwa yang tampaknya lugu itu.
Tuhan berbelas kasihan dan melindungi mereka tanpa syarat. Bahkan dalam keadaan yang sekarat sekalipun.
Tuhan masih punya hujan, masih punya kehendak tak berbatas, yang bisa kembali membuat hutan pulih.
Tuhan punya cinta, juga punya murka.
Ketika hutan menjejak bumi dan menyorong langit untuk mengharap kasih;
Apa yang kita harap, saat mendongakkan kepala atau merunduk membumi?
Kurang baik apa Tuhan? Kurang baik apa hutan?
Waktu diam-diam kian menyempit. Bumi diam-diam kian menua.
(*)
Mari menjadi peduli, membagi cinta dengan hutan di sekitar kita.
Selamat Hari Hutan Sedunia, 21 Maret 2015.
Tinggalkan Balasan