Jurnal Perjalanan: Touring Malang-Banyuwangi-Bali (4)

Kuartet nekat di Pantai Kuta, Bali

(Cerita sebelumnya)

Remuk. Kaku.

Mungkin demikian kata yang cukup tepat. Menggambarkan kondisi tubuh kami ketika bangun dari tidur. Rasanya sehabis bertarung silat dengan tangan kosong, atau bermain sepak bola 90 menit penuh.

“Ayo, ndang (segera) gantian adus (mandi),” kata saya kepada teman-teman.

Dengan mandi, berharap tubuh segar kembali. Sehingga, ada energi baru untuk kembali berjalan. Lalu saya teringat dengan si Neng. “Eh, Mu, jam berapa ketemu sama Neng?”

“Nanti habis magriban katanya. Aku sudah bilang kalau kita mau ke Kuta dulu,” jawab Mumu. “Ketemu di mana?” Lanjut saya lagi.

“Nanti dikabari lagi katanya.”

Ciieee… Sorak siul bersahutan seisi kamar. Tiga pasang mata memandang ke Mumu.”

“Opo seh, rek?” Ia tersipu.

* * *

Sekitar pukul 16.00 WITA, kami meninggalkan hotel. Kembali berkendara menuju Pantai Kuta.

Saya, yang khawatir ditilang lagi, menyerahkan kemudi kepada Rizky. Saya lebih fokus memelototi setiap petunjuk arah ke Pantai Kuta. Beruntung, sejak berangkat dari hotel, lalu lintas saat itu belum terlampau padat. Kami tak perlu panik jika harus belok atau berhenti mendadak.

Lalu lintas baru mulai agak merayap jelang memasuki kawasan Kuta. Mulai banyak bule berseliweran, sebagian menenteng surfboard. Mereka tentu sejak jauh hari merencanakan berselancar di Bali, sedangkan kami? Kuartet nekat yang tahu-tahu berangkat begitu saja!

Tahu-tahu sudah sampai Kuta.

Karena jalan yang sempit dan macet, kami memilih memarkirkan motor di depan sebuah toko. Selanjutnya, jalan kaki kurang lebih 100 meter ke pantai.

Touring Motor Bali
Selamat datang di Pantai Kuta

Pantai Kuta adalah pantai sejuta umat. Tak ada retribusi apapun untuk menikmati seisinya. Kecuali, tentu, bagi yang ingin menyewa papan seluncur untuk surfing, membeli makanan dan minuman serta suvenir dari pedagang asongan.

Melihat matahari yang sudah mulai menghangat, kami bersiap-siap. Maksud saya, bersiap-siap untuk duduk santai, menunggu matahari terbenam.

Bekal dokumentasi saat itu hanyalah ponsel dan sebuah kamera poket murah yang saya bawa. Karena belum ada tripod dan belum zamannya menyorongkan tangan dan kamera untuk selfie, kamera saya letakkan di atas pasir. Lalu di-timer. Hasilnya seperti foto pertama dalam tulisan ini.

Ya, itulah kuartet nekat akibat gejolak darah muda.

Saya jadi teringat masa enam tahun lalu, setelah lulus SMP. Hampir seluruh murid kelas III yang kelar ujian nasional, bertamasya ke Bali selama 4 hari 3 malam. Salah satu tujuannya, ya Pantai Kuta ini.

Jika dulu tinggal enaknya saja duduk di dalam bus dalam perjalanan Sidoarjo-Denpasar, saat ke sini kemarin kami berempat juga sama-sama duduk. Bedanya, tanpa perlindungan dan harus melek selama perjalanan. Benar-benar jauh lebih prihatin.

Namun, yang dinantikan dari Kuta baik saat enam tahun lalu maupun sekarang tetap sama.

Perlahan matahari kian mendekati batas cakrawala. Tak hanya kami, hampir seluruh pelancong tanpa pandang asal daerah, berduyun-duyun menghadap ke arah yang sama.

Touring Motor Bali
Terbenamnya senja di Pantai Kuta

Melihat senja yang demikian, saya harus mengakui, jika letih sedari perjalanan panjang kemarin hilang. Mungkin melalui senja ini, Tuhan seolah berkata: nikmati dan syukurilah perjalananmu…

* * *

Rona jingga kemerahan masih terlihat  mengisi sedikit ruang di langit, ketika kami meninggalkan Pantai Kuta. Kembali kami mengandalkan penunjuk arah untuk kembali ke arah yang sama saat berangkat.

Sebelum salat Magrib, kami memutuskan untuk belanja oleh-oleh dulu di outlet Krisna Bali, Jalan Nusa Indah. Hampir dari kami memiliki pilihan utama yang harus dibeli: kaos.

Meskipun di toko ini harga tidak bisa ditawar, saya merasa masih terjangkau di dompet. Jelas lebih murah dari Joger, tapi dengan kualitas yang relatif tak jauh beda.

Puas mendapatkan buruan masing-masing, kami segera menuju sebuah masjid tak jauh dari Jalan Nusa Indah. Sudah memasuki perkampungan. Kami salat Magrib di sana.

Setelah salat dan mendapatkan kepastian lokasi pertemuan dengan Neng, kami segera meluncur. Dengan sepeda motor tentu, bukan dengan papan seluncur.

Berbekal panduan GPS offline dari Mumu, ia mengambil alih posisi leader. Cepat sekali ia, semangat sekali. “Wah, semangatnya yang mau ketemu sama Neng,” bisik saya pada Rizky. Kami tertawa kecil.

Lalu Mumu berbelok ke halaman sebuah rumah makan. Saya mengikutinya. Dan kami memarkirkan motor dengan rapi sesuai arahan juru parkir.

Di dalam, sudah menunggu Neng dan lengkap dengan keluarganya. Kedua orang tua dan adik kandung perempuan turut menyambut kami. Neng tampaknya sudah sembuh.

Di meja, terhampar hidangan beraneka rupa. Yang jelas, kami berempat tak memiliki anggaran untuk makan sebesar ini.

Kami jadi sungkan. Apalagi Mumu, tiba-tiba salah tingkah. Saya, Rizky, dan Mas Kur tak henti-hentinya menggodanya.

“Ngobrol lah Mu, ngobrol,” bisik saya sambil menyenggol tangannya.

“Opo seh, rek,” jawabnya sambil mengunyah makanan. Neng dan orang tuanya hanya mesam-mesem melihat tingkah kami.

Namun, suasana makan malam saat itu berlangsung hangat. Kami sebagai teman sekampus, seorganisasi, merasa senang dengan kesembuhannya. Neng adalah seorang perempuan yang energik, penuh semangat tanpa kenal lelah. Dan kelelahan itu pula yang membuatnya harus istirahat beberapa hari.

Pulang sejenak ke rumah, tentu akan memberinya lebih dari sekadar sembuh. Tetapi juga kelapangan hati dan semangat yang berlipat.

Dan bagi kami, yang merupakan kuartet nekat dari pulau seberang, yang perhatian dan sensitif akan keuangan; hikmah pertemuan malam itu adalah kami mendapatkan makan malam gratis.

* * *

Malam belum terlalu larut sebenarnya, tapi kami sudah beranjak pulang ke hotel. Ingin segera bertemu dan mencumbu kasur.

Sebelum tidur, kami sudah nyicil berkemas. Agar esok pagi sekalian check-out. 

“Besok budal (berangkat) jam piro (berapa)?” tanya Mas Kur.

“Ya, jam-jam setengah limalah, setelah salat Subuh,” jawab saya, “biar bisa lihat sunrise di Sanur dulu.”

Kami sepakat. Lalu masing-masing sudah bersiap akan tidur. Bayang-bayang indahnya sunrise di Sanur terbawa hingga mata benar-benar terlelap.

Besok kami harus bangun pagi.

(Bersambung)


Foto sampul:
Kuartet nekat di Pantai Kuta, Bali

26 tanggapan untuk “Jurnal Perjalanan: Touring Malang-Banyuwangi-Bali (4)”

  1. Masyaallah sunsetnya … jd kangen sama pantai dan senja

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Berangkat Mbak 😀

      Suka

  2. Kadang yang ga direncanakan malah bisa berjalan lancar

    Ditunggu lanjutan nya mas

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Kadang-kadang Mas, tapi bagaimanapun, kalau persiapannya lebih baik, ya hasilnya mengikuti kok hehehe. Siaappp makasih Mas, ditunggu lusa deh hehe 🙂

      Suka

  3. Akkkkk pake pocket kayak gitu sunset-nya? Duh Gusti elok tenan 😀

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hahaha, kan kamera poket ada fitur otomatisnya, tinggal ganti mode sunset udah cukup. Wkwkwkwk

      Suka

      1. Tetap aja bagus banget, mas 😀

        Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Iya Mbak, cuacanya lagi cerah banget 🙂

      Suka

  4. senja memang selalu menarik ya mas… suka gambarnya

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Iya Mas. Adem 🙂

      Suka

  5. entah kenapa bisa ngebayangin Mumu yang ngomong “opo seh rek?” sambil tersipu 😀

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hahaha, namanya juga orang suka pada salah tingkah hahaha

      Suka

  6. Opo sih rek hahaha, gitu ya yang lagi jatuh cinta 🙂

    Suka

  7. ya ampuuuunn wajah wajah mahasiswa banget kui :))
    kumus kumus agak nggak terawat gimana gitu wkwkwkw.

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Kok kau jeli banget Lan hahahaha

      Suka

  8. Ih keren yaaa Smp dah ke bali, dulu smp ku cuman ke malang doang ihik ihik

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hahaha, tergantung kepala sekolahnya wkwkwkwk

      Suka

  9. Waduh, sunsetnya… kemarin saya ke Kuta dan sunsetnya beda loh :haha. Yah begitu-begitu, Kuta penuh dengan misteri sih, tidak heran orang tak pernah bosan untuk bertandang ke sana :hihi.
    Oke, misi pertemuan sudah dituntaskan :haha. Saya penasaran lho bagaimana kelanjutan kisah Mumu dan Neng itu hari ini, soalnya pengorbanannya kan bela-belain banget sampai touring dari Malang sampai Denpasar… mudah-mudahan berakhir bahagia ya, Mas :amin.

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hahaha, mau tahu cerita sesungguhnya kah Mas antara Mumu dan Neng? Hahaha. Rahasia aja deh ya 😀

      Suka

  10. Tiap ke Kuta selalu dapat sunset dengan suasana yang berbeda, benar-benar magic bangat yach suasana sunset.

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Iya Mbak, transisi warna langitnya itu loh… 🙂

      Suka

  11. akhirnya ketemu juga sama si neng ….
    fotonya dimunculin dong … penasaran .. 🙂

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hehehe, sungkan Mas, biarlah di imajinasi aja ya hahaha

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: