#VisitJateng: Baturraden dan Air Yang Menghidupkan (4.3)

Pancuran Pitu, Baturraden

Setelah menapaki ratusan anak tangga -yang saya tak sempat menghitung angka pastinya-, sejumlah lelaki berusia paruh baya menyambut dengan tawaran jasa lulur belerang. Di antara kami, hanya Pak Pranoto yang menyambut tawaran itu. Wajar saja, mungkin beliau perlu melemaskan otot kaki yang sedari kemarin dibuat tegang. Menginjak pedal gas, rem, dan kopling sepanjang Semarang-Temanggung-Wonosobo-Banyumas. Ditambah, berjalan menapaki ratusan undakan anak tangga tadi.

Pak Pranoto pun langsung duduk di dingklik kecil, dengan celana digulung hingga selutut. Seorang lelaki berpakaian lusuh dengan cekatan mengoleskan serbuk lulur belerang ke kedua betisnya. “Enak lho, ayo sini kalau mau coba,” ajak Pak Pranoto.

Saya hanya menggeleng, yang setelahnya terpaku pada sebuah pondok kecil. Bertembok dan beratap genteng. Sebuah papan kayu dibubuhi cat hitam yang menuliskan sebuah nama: Mbah Atas Angin. Nama aslikah itu? Atau hanya julukan yang tersemat?

Menarik. Ada sebuah petilasan yang berdampingan dengan Pancuran Pitu. Pasti ada kisah yang berkaitan di antaranya.

“Yang lainnya ke mana ya, Mas?” tanya saya kepada Mas Hery. Kami lagi bersantai sejenak sembari menyantap gorengan mendoan. Saya celingukan, ternyata rombongan yang lain sedang tak ada di tempat.

“Mungkin lagi ke bawah, lihat Gua Selirang.”

“Wah, di mana tuh tempatnya?”

“Itu ada jalan di belakang warung, mau ke sana?”

“Yuk!” kami langsung bergegas, meninggalkan Pak Pranoto yang sedang nyaman diterapi belerang untuk sejenak.

Kami menuruni anak tangga di samping kiri sebuah warung makanan-minuman. Belum jauh kami berjalan, saya nyeletuk, “Berhenti sebentar, Mas. Mau motret air terjun dulu.” Di sebelah kiri kami memang ada air terjun, berdebit cukup besar dan dingin. Tidak sealiran dengan air panas Pancuran Pitu.

Pancuran Pitu Baturraden: Air terjun mini
Pancuran Pitu Baturraden: Air terjun mini

 Ya, mumpung saya sedang membawa tripod dan filter lensa.

Tak jauh di bawah aliran, terdapat sebuah turbin kecil bermesin. Turbin tersebut membagi dan mengalirkan air untuk kebutuhan warga maupun pertanian. Air yang memberi kehidupan untuk kehidupan.

Pancuran Pitu Baturraden:
Pancuran Pitu Baturraden:

Kami terus menuruni jalan turunan berundak, yang mungkin saat musim penghujan lebih licin. Setelah satu tikungan, Goa Selirang di depan mata. Dinding tebingnya seperti ‘botak’, berlumur kandungan sulfur yang mengkilat, menyiratkan licin. Aliran air yang bersumber dari Pancuran Pitu, mengucur tempias mengikuti alur gravitasi bumi.

Saya dan Mas Hery berhati-hati menyusuri undakan tangga yang berpagar kayu sederhana. Mas Hery sempat melihat ke sungai di bawah, ke arah kiri dari tangga. “Ke mana mereka ya?” Saya juga bertanya. Mungkin Mas Ari dan yang lain sudah naik lagi ke Pancuran Pitu.

Kami pelan-pelan menaiki tangga yang cukup terjal ini. Napas memburu, tanda sudah lama tidak beraktivitas fisik. Bahkan Mas Ari bilang sendiri di akun Instagramnya, karena lama tidak naik turun tangga sebegitu banyaknya, lututnya pun nyut-nyutan dan bergetar. Apalagi saat itu sedang menggendong Bara. Tapi raut bahagia nampak menepiskan rasa nyut-nyutan itu.

Pancuran Pitu Baturraden:
Pancuran Pitu Baturraden:

Ditambah, setibanya di atas kembali, pemandangan yang sejuk sanggup melemaskan otot yang tegang. Terlihat kontras, bebatuan sulfur dengan hijaunya perbukitan.

Ternyata benar, Mas Ari dan yang lain sudah kembali ke warung. Menyantap mendoan dan bersantai sejenak. Kami menghampiri mereka.

* * *

“Mbah Atas Angin itu siapa, Bu?” tanya saya kepada seorang Ibu pemilik warung.

“Itu julukannya Syekh Maulana Maghribi, Mas.”

“Oh, yang menemukan dan merintis tempat ini kah?”

“Bukan, ya dulu penyebar agama Islam dan pernah bermukim di sini. Beliau ada di mana-mana, sering tinggal lama di suatu tempat, terus keliling lagi.”

Penjelasannya mulai terang, tapi masih samar. Saya mencari literatur, ada banyak versi tentang seorang ulama yang berasal dari jazirah Arab ini. Makamnya yang asli pun samar, karena kegemarannya berpindah-pindah untuk berdakwah.

Jika merunut pada sejarah Babad Kerajaan Demak, ia dikabarkan sempat bersyiar hingga Jawa Timur dan dimakamkan di Gresik. Pikiran saya merujuk pada Sunan Gresik, atau lebih populer disebut Syekh Maulana Malik Ibrahim. Kadang ia disebut Syekh Maghribi saja.

Tapi, ada yang bilang dan diyakini makamnya di Cirebon. Karena merupakan salah seorang anggota tertua Wali Songo. Sementara selama ini yang diyakini makamnya adalah di Gresik. Di Tegal juga berwujud pusara Syekh Maulana Maghribi atau dikenal dengan nama Mbah Panggung. Kalau di Pancuran Pitu ini, hanyalah petilasannya yang dikeramatkan. Inikah karomahnya? Seperti makam Sunan Bonang yang seolah jenazahnya dibelah dua: satu di Tuban dan satu lagi di Bawean, Gresik. Kedua masyarakat setempat sama-sama meyakini, karena sama-sama memegang jasadnya yang terbungkus kain kafan saat Sunan bonang wafat.

Pancuran Pitu Baturraden:
Pancuran Pitu Baturraden:

Tapi, pada intinya dikisahkan kalau Syekh Maulana Maghribi datang ke Pancuran Pitu saat itu untuk mengobati penyakit gatal-gatalnya. Sumber air panas di Gunung Gora yang disebut muncul dalam ilham yang diperoleh beliau. Pancuran Pitu pun mendapat namanya dari sang ulama. Dan julukan Mbah Atas Angin oleh masyarakat melekat padanya karena ia datang dari negeri yang jauh.

Dengan basuhan air panas, penyakit gatal-gatal yang diderita sang waliyullah pun sirna. Hal ini merupakan manfaat dari kandungan belerang di dalamnya yang bisa menjadi obat. Hingga sekarang, keberadaan Pancuran Pitu bukan hanya sebagai saksi legenda setempat, melainkan sebagai media yang memberikan manfaat. Tidak hanya untuk kesehatan, tetapi juga untuk sosial dan perekonomian setempat. Memberikan kehidupan untuk kehidupan.

* * *

Pancuran Pitu Baturraden:
Pancuran Pitu Baturraden:

Siang itu, Gunung Slamet masih belum mau menampakkan diri. Mendung kelabu menutupi sosoknya yang saya rindukan. Hanya menitipkan jejak-jejaknya berupa udara Kebun Raya Baturraden yang segar dan bersih.

Pak Pranoto membuka jendela mobil, mematikan pendingin udara dan membiarkan angin khas pegunungan masuk. Saya menghirup dalam-dalam, dan mengembuskannya kembali.

Embusan napas yang lega beriring doa kepada pepohonan pinus hijau yang menjulang itu. Tetaplah hidup, tetaplah terjaga. 

(Bersambung)


Foto sampul:
Pancuran Pitu, Baturraden

39 tanggapan untuk “#VisitJateng: Baturraden dan Air Yang Menghidupkan (4.3)”

  1. Aaakkk aku belom pernah ke siniii. Huhu

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Deket kok Mbak, engg ditinggal tidur aja biar tahu-tahu nyampe 😀

      Suka

  2. Beberapa spot kayaknya pernah aku baca di blognya Mbak Yukiangia, tapi di sini aku baca dengan topik yang sedikit beda. Ada nuansa religinya, mas 😀

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Iya saya dulu sempat baca tulisan beliau. Sepertinya lewat jalan lain yang mungkin lebih seru daripada lewat jalan umum. Soal topiknya, saya memang langsung tertarik ketika ada petilasan di sana. Pasti ada cerita lokal yang berkaitan dengan tempat tersebut 🙂

      Suka

  3. suwe ora manjat ngonoh

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Apik gawe kesehatan Mas, ben bugar 😀

      Suka

  4. Wisatanya bagus juga mas. Ini saya sering denger si dari temen. Ternyata seperti ini wajahnya.

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Sejauh yang saya lihat cukup terkelola, semoga tetap terjaga seterusnya 🙂

      Suka

  5. Pancuran pitu itu tercampur dengan belerang ya mas ? kelihatan dari foto kok warnanya begitu kental.
    Apa dengan warna kuning pekat tersebut ya yang membuat semakin ampuh untuk pengobatannya. #piss

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Iya, ada kandungan belerangnya. Kalau soal itu saya kurang paham hehehe.

      Suka

  6. ya ampun batu raden… saya jaman smp pernah karya wisata ke sini 😀 , masih jaman kamera analog…. sempet mandi juga kayaknya

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Wah, berarti SMP dulu apakah masih belum merantau ke SUmatra Mas? 🙂

      Suka

  7. Waaaah baru dengeeer, cakep banget yaa qy :’)

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Cakep Mbak, membayangkan dulunya tentu lebih cakep dari sekarang 🙂

      Suka

  8. sudut pengambilan gambarnya bagus kak, pakai kamera apa itu ya ?
    btw, tercampur dengan belerang ya kak itu air hangatnya ? 😉

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Terima kasih, hanya pakai DSLR Canon 600D dan lensa kit standar saja kok 🙂
      Iya, masih ada kandungan belerangnya. Tak bisa diminum, tapi bisa digunakan sebagai obat terapi 🙂

      Suka

  9. pengen nyobain terapi belerangnxa,piye rasane yak 🙂

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Kata Pak Pranoto, enak, kerasa enteng gitu 🙂

      Suka

  10. lama ga main ke batturaden..
    kangen juga berendam kaki di pancuran pitu 😀

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Hahaha, saya kemarin cuma ngerasain pake tangan aja 😀

      Suka

  11. Saya baru tau tempat ini..
    Pancurannya mistik-misitik gitu kelihatannya.

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Bagi sebagian orang mungkin mistik hehe. Tapi sebenarnya tidak juga kok Mas 🙂

      Suka

  12. Semoga suatu saat nanti saya bisa mandi juga di pancuran pitu itu, 🙂

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Saya juga, semoga 😀

      Suka

  13. mirip kayak di tinggi raja yah

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Wah Tinggi Raja di mana ya Mbak? Hehe

      Suka

  14. Seperti makam Sunan Bonang yang seolah jenazahnya dibelah dua: satu di Tuban dan satu lagi di Bawean, Gresik. <- Nah lho.. Di Lasem juga ada makam Sunan Bonang

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Kalau di Lasem setahu saya bukannya pelinggihannya ya Mas? Semacam bekas jejak kaki Sunan Bonang?

      Suka

  15. Kok aku nggak mengenali Batu Raden yang aku kenal jaman SMA dulu ya, Qy? Dulu tempat ini salah satu tempat yang aku kagumi jaman masih di Pekalongan. Bangga aja bisa sampai di sini. Tapi ternyata masih banyak sisi lain yang belum aku jelajahi di sini dan lebih dari yang aku bayangkan selama ini. Berarti harus kembali ke sini dan menapak jejak lain.

    Suka

  16. Rifqy Faiza Rahman Avatar
    Rifqy Faiza Rahman

    Saya juga mengira begitu Mbak, tapi ternyaya Baturraden bukan hanya lokawisata. Dan sehari eksplor nyatanya tak cukup 🙂

    Suka

  17. mudah-mudahan suatu saat punya kesempatan maen ke batu raden 🙂

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Amiin, semoga yaa 🙂

      Suka

  18. Travelling Addict Avatar
    Travelling Addict

    baru tau di jateng ada tempet ketje begini, kapan2 kesini ah…

    jgn lupa mampir ke blog alay aku ya kak di http://www.travellingaddict.com

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Banyak banget tempat keren di Jateng kok 🙂

      Ah, saya juga alay hahaha 😀

      Suka

  19. Kok pancuran pitu nya coklat gitu yaaaa, itu endapan tanah kah ???

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Itu memang mengandung belerang Mas, sulfur. DItambah sedimentasi tanah, jadi berwarna coklat. Dan panas 😀

      Suka

  20. banyak spot alam yang menarik ya …
    apalagi tambah bumbu religi sama mistisnya …

    Suka

    1. Rifqy Faiza Rahman Avatar
      Rifqy Faiza Rahman

      Itu saya anggap suatu keunikan, kearifan lokal Mas 🙂

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: