Selasa pagi. Barang-barang saya sudah terkemas satu-persatu. Mengisi ruang kosong yang masih tersisa di dalam tas ransel. Seperti biasa, repacking adalah ritual yang selalu berjalan lambat. Apalagi waktu keberangkatan kereta masih cukup lama.
Tetapi, ini Jakarta. Jarak tak selalu berkorelasi dengan waktu tempuh. Ini ibukota negara. Padat merayap dan macet adalah sarapan sehari-hari. Saya memutuskan berangkat lebih awal persis setelah salat Duhur. Biarlah menunggu agak lama di stasiun nanti. Menikmati suasana sekitar stasiun, itulah dalih saya.
* * *
Pintu kamar kos sudah dikunci. Saya kemudian bergegas menuju pos satpam di Pusdiklat BRI Ragunan itu.
“Permisi Pak, saya mau nitip kunci kamar kosnya Muchlis Setiawan. Bilang saja dari Rifqy,” pesan saya.
“Oke, nanti saya sampaikan.”
Saya sudah berpamitan dengan Muchlis pagi tadi sebelum dia berangkat ke kantor.
Saya kembali menyeberang jalan. Berjalan menuju terminal bus Ragunan. Ingin lebih praktis, saya memilih naik bus Kopaja yang langsung menuju Pasar Senen. Mungkin akan berputar lebih jauh, tetapi saya ingin menikmati Jakarta sebelum pulang. Itulah mengapa saya berangkat lebih awal.
Dalam perjalanan hampir 1,5 jam itu, saya melihat Jakarta. Melihat proyek-proyek besar yang masih berlangsung. Melihat Monas, melihat Istana Negara. Melihat mal, melihat pedagang kaki lima. Masih sama. Ini negeri kaum urban yang lekat dengan kerja keras.
Sampai tanpa sadar, saya adalah penumpang terakhir dan satu-satunya yang turun di Pasar Senen.
Ketoprak dan es teh menjadi santapan siang itu. Bekal sebelum melakukan perjalanan jauh ke timur. Air mineral dan permen mint adalah bekal tambahan yang saya beli. Saya duduk ngemper di depan stasiun. Masih ada satu jam lagi sebelum waktu boarding tiba.
* * *
Saya sudah duduk nyaman di kursi kereta. Duduk bersisian dengan penumpang laki-laki yang akan ke Tulungagung. Ia duduk di sebelah kanan saya. Di hadapan, duet ibu dan anak asyik bercanda. Mereka akan turun di Kediri.
Saya membuka aplikasi Whatsapp, mengirimkan pesan kepada Muhclis. Mu, aku sudah di dalam kereta. Terima kasih atas semuanya.
Terdengar roda kereta berdecit. Gerbong kereta tersentak perlahan, bergerak meninggalkan stasiun Pasar Senin. Terima kasih Muchlis, Mas Acen, Mbak Donna dan suami, Mas Gio, Deby, Heppy. Terima kasih Mbak Noe, Om Tio, Daffa, Abyan, Om Gol A Gong, Mas Agung, Mas Ihwan. Terima kasih Mas Ari, Mas Cumi, Mbak Dita, Mbak Winny.
Terima kasih, Jakarta dan sekitarnya.
Langit senja semakin gelap kala melintasi Bekasi. Sebelum tidur nanti, saya mengirim pesan ke Mas Kurniawan. Meminta tolong padanya untuk menjemput di stasiun Malang sekitar pukul 9 pagi.
Mas, aku wes “otw” Malang.
Selesai. (*)
Foto sampul:
Stasiun Pasar Senen, Jakarta
Tinggalkan Balasan